song

Kamis, 16 Oktober 2014

PEREMPUAN


Wanita adalah sebutan untuk perempuan yang sudah dewasa. Perempuan yang masih muda atau perawan bolehlah kita sebut gadis. Atau cewek saja. Lantas, perempuan?

Perempuan, hm, tidak ada kata yang sanggup menyederhanakan kerumitannya. Tidak ada syair yang mampu menguraikan kebersahajaannya. Fotografi yang katanya bersuara lebih dari seribu kata, ternyata hanya diam seribu bahasa membingkai perempuan dalam keabadian. Mari kita buka salah satu kamus produksi dalam negeri. Kamus membatasi perempuan sebagai [n] (1) orang (manusia) yg mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui.

Kamus itu lupa mengatakan bahwa perempuan dikodekan oleh adanya dua kromosom X pada setiap inti sel diploidnya. Artinya bahwa setiap sel otak, otot, jantung dan hampir semua sel lainnya akan ditandai dengan sandi XX. Perempuan adalah keperempuanan dalam jiwa dan raganya.

Laki-laki berkromosom XY. Kromosom x didapat dari ibunya, dan kromosom y pastilah dari ayahnya. (Bisa juga dari tetangganya atau supirnya sih). Yang perlu Anda ketahui kromosom X adalah pilot yang mengendalikan proses biokimia manusia untuk menjadi seorang perempuan. Kromosom y hanyalah kopilot bagi sel tersebut. Tepatnya kromosom y yang kerdil dan berisi lebih sedikit gen itu hanyalah pelengkap penderita dari pasangannya kromosom X yang gagah perkasa. Saya tergoda memaparkan lika-liku laki-laki lebih dalam, tapi karena saya laki-laki, saya mungkin akan bias. Untuk jurnal Kompasiana ini, terlalu egois kiranya membicarakan makhluk yang katanya berhidung belang, bermata keranjang dan berotak koboi kucai itu. (Sueeer saya tidak sejelek ituuuuu)

Tahukah Anda bahwa jenis kelamin default spesies manusia adalah perempuan? Semua manusia adalah perempuan pada tahap dini perkembangan janin. Nah pada perkembangan selanjutnya si kopilot kromosom y akan menutup pintu vaginanya supaya penisnya lebih berkembang. Kelak si penis akan bernostalgia ke masa lalunya dengan mencari vagina lain dalam kehidupan nyatanya. Selain itu kadang-kadang terjadi kegagalan sehingga kedua jenis kelamin tetap bertahan sampai lahir. Dalam keadaan seperti ini apakah si pemilik kedua kelamin bisa ‘melakukannya’ secara swalayan yaaaach? (Maaf, saya tidak bermaksud melecehkan penyakit ini, tapi saya bertanya-tanya apakah secara kejiwaan mereka menjadi hermafrodit juga?).

Uff, kembali kepada perempuan?

Bisakah perempuan hidup tanpa laki-laki? Maksudnya bisakah dibayangkan kehidupan di dunia ini tanpa laki-laki? Jangan tanyakan ini pada seorang cewek yang baru diputusin cowoknya. Karena jawabannya terdapat pada semua lagu-lagu cengeng yang syairnya kurang lebih berkata semacam ini ” I cant live if living is without you…

Lucu,bukan,bagaimana satu orang yg pergi bisa membuat seluruh dunia tampak begitu kosong?” (AFTER, Francis Chalifour)

Jadi tanyakan saja kepada ahli kloning. Ian Wilnut. Severino Antinori. Atau Pavos Zavos.(Glodak! Mereka semua laki-laki).

Sains sudah bisa membuktikan bahwa perempuan tidak perlu laki-laki untuk membuat keturunan. Perempuan mempunyai sel telur yang haploid dan sel tubuh yang genomnya diploid. Hebatnya lagi, perempuan mempunyai rahim! Ketiga hal itu adalah syarat mutlak dalam teknologi kloning yang telah melahirkan Eve, manusia pertama hasil kloning.

Kloning adalah teknologi penggandaan individu secara identik. Kasarnya teknologi ini membuat zygot yang bukan dari pembuahan sel sperma laki-laki dengan sel telur wanita. Hubungan seksual adalah salah satu cara untuk menyatukan 23 kromosom sel sperma laki-laki ke dalam 23 kromosom sel telur perempuan sehingga kromosomnya lengkap menjadi 46. Cara pembuahan lainnya adalah teknologi bayi tabung yang menyatukan kedua sel tersebut secara buatan dalam tabung reaksi. Untuk ide jenius ini, Robert Edwards, perintisnya sudah diganjar hadiah nobel kedokteran Tahun 2010. Kedua cara ini masih memerlukan sel sperma dari laki-laki.

Pada teknologi kloning, alih-alih menyatukan dua jenis sel yang masih ’separuh lengkap” alias haploid(n=23) kenapa tidak menggunakan sel yang sudah ‘lengkap ‘ alias diploid (n=46) saja? Ambil sel telur perempuan, buang intinya yang haploid itu, lalu injeksikan inti sel dewasa yang kromosomnya sudah 46. Beri perlakuan khusus, maka jadilah zygot. Zygot kemudian melakukan tugasnya secara alami. Sesuai kodratnya, embrio itu akan membelah diri dan berdiferensiasi menjadi bermacam-macam sel yang dibutuhkan untuk membangun seorang perempuan. Itulah kloning. Jelas-jelas tidak perlu seorang laki-laki dalam proses ini kan?

Menurut statistik 2010, dalam penduduk Indonesia terdapat 101 perempuan untuk 100 laki-laki. Jumlah perempuan masih dominan. Tapi kenapa pemerintahan dan penguasa kita didominasi laki-laki? Kenapa marga harus diturunkan dari laki-laki? Kenapa kebudayaan kita dipengaruhi kelaki-lakian?

Tanpa laki-laki, perempuan bisa hidup kok. Sebaliknya, tanpa perempuan apakah kita bisa hidup?

Perhatikan fakta ini. Kehidupan digerakkan oleh sejumlah besar mesin-mesin renik di segenap sel tubuh kita yaitu mitokondria. Mitokondria memasok 90 persen energi kita dari proses redoks yang melibatkan perpindahan elektron dari oksigen. Tidak seorang manusia pun bisa hidup tanpa mitokondria. Tapi tahukah Anda bahwa gen-gen yang membentuk mitokondria dalam setiap sel tubuh, kita warisi dari perempuan yang kita kita kenal sebagai ibu kita? Laki-laki tidak pernah menurunkan mitokondria kepada keturunannya. Karena mitokondria pasti diturunkan dari pihak ibu, maka silsilah dunia harusnya ditelusuri dari garis perempuan. Bukan laki-laki. Dan sains memang punya cabang ilmu khusus yaitu genealogi yang telah berhasil melacak evolusi manusia sampai kepada mitokondria Hawa di masa silam Afrika.

Hai, perempuan, banggalah kamu dilahirkan sebagai perempuan