song

Rabu, 26 Juni 2013

Rumah Kosong yang Mulai Rapuh (KEMA KEHUTANAN SYLVA INDONESIA (PC) UNHAS)





“bersatulah bersatu, tinggi rendah jadi satu.Bertolonglah selalu”

Fenomena lembaga selalu mengalami hal yang dinamis,seperti itulah yang  SYLVA UNHAS rasakan. Kini rumah para rimbawan Unhas mulai tampak sunyi. Hiruk pikuk dan lakon kelembagaan mulai tampak fakum. Ini merupakan teguran universal untuk mereka yang lahir dari rahim SYLVA. Revitalisasi ataupun reposisi selama ini tak berjalan efektif baik itu di tubuh SYLVA ataupun para warga yang notabentnya adalah mahasiswa. Berkaca pada mahasiswa yang katanya adalah kaum intelektual,ternyata hal ini bila dibenturkan dengan realitas hari ini hanyalah sesuatu yang utopis belaka. SYLVA sebagai lembaga kemahasiswaan dan juga sebagai lembaga keprofesian dituntut untuk mengawal kondisi actual kebangsaan,lokal,serta gejolak hutan dan kehutan saat ini. Pembedahan secara filosofis, persoalan fakta sejarah bahwa mahasiswa melalui lembaga kemahasiswaan telah berkontribusi dalam pengawalan proses perubahan bangsa rasanya tak perlu banyak diragukan lagi,dan hal ini telah termanifestasi dalam gerakan mahasiswa.
Berkaca pada hal itu,sepertinya SYLVA sudah harus berbenah agar tidak sampai pada jurang degradasi dan porak poranda tergilas sang waktu. Jika hal itu terjadi janganlah berharap ada teriakan dan sahutan “salam rimba” dalam setiap moment,baik itu kegiatan pengkaderan ataupun kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya mencerahkan mahasiswa kehutanan. Polemik ini harus menjadi perhatian penting apalagi kini SYLVA dalam kondisi transisi (MUBES).  Seperti yang kita pahami mubes adalah forum tertinggi,tempat dimana kita berdialektika,menyusun fondasi dan kerangka sehingga SYLVA bisa menjadi rumah yang kokoh dan nyaman untuk ditempati. Sudah seharusnya semua elemen yang ada  di tubuh  SYLVA itu bahu membahu dan berkolaborasi  agar SYLVA tak menjadi rumah yang rapuh. Menoleh pada kondisi MUBES SYLVA UNHAS adalah hal yang mencengangkan bagi yang melihatnya. Yah,antusias dari warga SYLVA untuk menumpahkan dan tukar pendapat guna membangun dan mempertahankan eksistensi SYLVA berkurang. Miris,itu kata yang pas untuk dilontarkan. Secara kuantitas warga SYLVA berkisar 600 an,dan bila dikaji secara matematis hal ini dapat menyokong visi dan misi yang SYLVA emban.  Namun sayangnya dari kisaran 600 an itu sekitar 30 hingga 40 an yang peduli atas nasib SYLVA saat ini menurut pandangan subjektifku.
SYLVA harus terus ada untuk bergerak sesuai dengan nilai-nilai perjuangan yang ada.Tulisan ini hanyalah bagian dari ikhtiar dalam membumikan konteks SYLVA hari ini.

Bangkit dan bergeraklah
Bangun dan sadarlah dari mimpi burukmu
Jangan menjadi anak muda PALSU

*untuk kolong rimba,kolong perlawananku yang berdinding tanpa batas.