“bersatulah bersatu, tinggi rendah jadi satu.Bertolonglah selalu”
Fenomena lembaga selalu mengalami hal yang dinamis,seperti
itulah yang SYLVA UNHAS rasakan. Kini
rumah para rimbawan Unhas mulai tampak sunyi. Hiruk pikuk dan lakon kelembagaan
mulai tampak fakum. Ini merupakan teguran universal untuk mereka yang lahir
dari rahim SYLVA. Revitalisasi ataupun reposisi selama ini tak berjalan efektif
baik itu di tubuh SYLVA ataupun para warga yang notabentnya adalah mahasiswa.
Berkaca pada mahasiswa yang katanya adalah kaum intelektual,ternyata hal ini
bila dibenturkan dengan realitas hari ini hanyalah sesuatu yang utopis belaka.
SYLVA sebagai lembaga kemahasiswaan dan juga sebagai lembaga keprofesian
dituntut untuk mengawal kondisi actual kebangsaan,lokal,serta gejolak hutan dan
kehutan saat ini. Pembedahan secara filosofis, persoalan fakta sejarah bahwa
mahasiswa melalui lembaga kemahasiswaan telah berkontribusi dalam pengawalan
proses perubahan bangsa rasanya tak perlu banyak diragukan lagi,dan hal ini
telah termanifestasi dalam gerakan mahasiswa.
Berkaca pada hal itu,sepertinya SYLVA sudah harus berbenah
agar tidak sampai pada jurang degradasi dan porak poranda tergilas sang waktu.
Jika hal itu terjadi janganlah berharap ada teriakan dan sahutan “salam rimba”
dalam setiap moment,baik itu kegiatan pengkaderan ataupun kegiatan-kegiatan
lain yang sifatnya mencerahkan mahasiswa kehutanan. Polemik ini harus menjadi
perhatian penting apalagi kini SYLVA dalam kondisi transisi (MUBES). Seperti yang kita pahami mubes adalah forum
tertinggi,tempat dimana kita berdialektika,menyusun fondasi dan kerangka
sehingga SYLVA bisa menjadi rumah yang kokoh dan nyaman untuk ditempati. Sudah
seharusnya semua elemen yang ada di
tubuh SYLVA itu bahu membahu dan
berkolaborasi agar SYLVA tak menjadi
rumah yang rapuh. Menoleh pada kondisi MUBES SYLVA UNHAS adalah hal yang
mencengangkan bagi yang melihatnya. Yah,antusias dari warga SYLVA untuk
menumpahkan dan tukar pendapat guna membangun dan mempertahankan eksistensi
SYLVA berkurang. Miris,itu kata yang pas untuk dilontarkan. Secara kuantitas
warga SYLVA berkisar 600 an,dan bila dikaji secara matematis hal ini dapat
menyokong visi dan misi yang SYLVA emban. Namun sayangnya dari kisaran 600 an itu
sekitar 30 hingga 40 an yang peduli atas nasib SYLVA saat ini menurut pandangan
subjektifku.
SYLVA harus terus ada untuk bergerak sesuai dengan
nilai-nilai perjuangan yang ada.Tulisan ini hanyalah
bagian dari ikhtiar dalam membumikan konteks SYLVA hari ini.
Bangkit dan bergeraklah
Bangun dan sadarlah dari mimpi burukmu
Jangan menjadi anak muda PALSU
*untuk kolong rimba,kolong perlawananku
yang berdinding tanpa batas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar