song

Selasa, 16 Oktober 2012

sekilas tentang hutan desa bonto bulaeng


Tim Layanan Kehutanan Masyarakat  Unhas sebagai wadah belajar bersama dalam membangun pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Sulawesi Selatan pada tanggal 26 September 2012 melakukan observasi lapang, pengukuran tapal batas, serta inventarisasi potensi hutan pada Desa Bonto Bulaeng Kecamatan Sinoa Kabupaten Bantaeng  Provinsi Sulawesi Selatan.Masyarakat dan hutan ternyata  2 komponen yang saling terkait dan tak bisa di saling pisahkan,keduanya membentuk hubungan linear dan harmonis,ini lah yang terjadi pada Desa Bonto Bulaeng sendiri pada tahun 2011 yang lalu mendapatkan bantuan dari PNPM Mandiri Pedesaan yakni Pembangkit Listrik Tenaga Mycro Hydro.Pembangkit listrik ini sangat tergantung pada hutan dan pepohonan yang ada,karena sumber air berasal dari kawasan hutan tersebut. Saya dan saudara Sopyan di tempatkan selama lima hari,pada areal yang di tetapkan sebagai kawasan Hutan Desa.Selama kegiatan ini berlangsung,kami di dampingi oleh kepala dusun serta anaknya.Hutan desa yaitu kawasan hutan negara yang masuk dalam wilayah desa tertentu dan dikelola oleh masyarakat desa tertentu. Hutan desa dapat diupayakan menyeimbangkan tiga aspek yaitu ekonomi, ekologi dan keadilan serta dijadikan salah satu pilihan sumber kemandirian pendanaan otonomi desa jangka panjang.  
Hasil pengamatan secara langsung di lapangan,bahwa Hutan Desa Bonto Bulaeng berbatasan dengan Hutan Desa Bonto Lojong,Bonto Marannu,Kayuloe,dan Onto.Hal lain yang kami dapatkan bahwa di dalam kawasan hutan telah ada aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat khususnya pembukaan lahan hutan untuk berladang dan berkebun.Areal hutan desa pada Desa Bonto Bulaeng tergolong memprihatinkan,hal ini di sebabkan minimnya pohon yang tumbuh pada areal tersebut.Justru lahan-lahan pada areal hutan desa lebih banyak di jumpai tanaman jangka pendek seperti jagung,kopi,dan  cengkeh.Tanaman jagung,kopi,dan cengkeh sepertinya menjadi gantungan hidup penduduk di sana.Ini terbukti pada beberapa jalur dan plot inventarisasi yang kami buat,tanaman ini selalu kami jumpai.Adapun jenis pohon yang mendominasi atau tumbuh subur pada areal hutan desa ini adalah pinus mercussi,surem dan kristania.Hal ini dikarenakan kondisi geografis,suhu,tanah dan iklim di sana sepertinya cocok dengan tanaman tersebut.Berbicara tanaman pinus mercussi sendiri,warga di sana belum memanfaatkanya dengan baik,misalnya saja kalau di daerah lain seperti Desa Kompang,Kabupaten Sinjai, getah dari pinus itu di sarad untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar hutan di sana.Hasil wawancara kami dengan warga di Desa Bonto Bulaeng,bahwa untuk melakukan penyaradan itu memerlukan waktu yang lama dan keahlian khusus serta hasil pendapatan dari penyadapan getah pinus itu masih tergolong rendah,hal inilah yang mengurungkan niat mereka untuk melakukan proses penyaradan.
Sekitar 92 plot inventarisasi yang dibuat tak satupun kami menemukan tanaman HHBK (hasil hutan bukan kayu),seperti bambu,aren,rotan,ataupun lebah madu.Pada plot 3 dan 4 kami menjumpai tanaman hias yakni tanaman bunga matahari,yang jumlahnya sekitar 100 tanaman.Tanaman bunga matahari ini kalau di lihat dari segi estetis mempunyai nilai ekonomis yang cukup baik,dan ini bisa di manfaatkan masyarakat Desa Bonto Bulaeng pada khususnya,untuk menaikkan taraf hidup mereka.Ada hal yang membuat kami menarik,yakni pada salah satu areal di wilayah Patturunjawa,Desa Bonto Bulaeng ada sejumlah pohon bayam yang di tanami masyarakat.Umur pohon ini memiliki kisaran 5-6 tahun. Kejadian ini tidak bisa di lepas pisahkan dengan kondisi ekonomi masyarakat setempat.  Pertanyaan besar bagi kita semua  adalah “bagaimana mewujudkan hutan lestari,masyarakat sejahtera?”. Disini kami  tidak perlu mengintrepretasikan siapa pihak yang disalahkan pada hutan desa Bonto Bulaeng .Untuk menjawab itu semua agar betul-betul terealisasi pada ranah realitas yakni di perlukan sinergitas pemahaman pengelolaan hutan di semua lini stakeholder,baik itu pemerintah,akademisi,NGO,pemodal,ataupun masyarakat. Hadirnya hutan desa ini tidak bisa di pungkiri untuk menambah income masyarakat.
Pada Desa Bonto Bulaeng sendiri seharusnya memiliki lembaga yang siap memayungi masyarakat dalam mengelola hutan desa tersebut. Apalagi kondisi  pengetahuan masyarakat pada Desa Bonto Bulaeng masih cukup minim. Hal ini bisa saja mengakibatkan terhambatnya pengelolaan hutan desa nantinya,olehnya itu perlu penanganan serius.Faktor pendukung lainya adalah sosialisasi dari instansi terkait yakni Dinas Kehutanan Kabupaten Bantaeng harus intens. Semua ini di lakukan agar masyarakat mapan dari segi pemahaman pengelolaan hutan desa berbasis masyarakat, yang nantinya berefek pada kelembagaan masyarakat desa.Apabila kelembagaan masyarakat ini sudah terpola dan terkonstruk dengan baik,tujuan yang di cita-citakan dapat di peroleh dengan maksimal. Masyarakat sebagai pemanfaat sumberdaya hutan merupakan kekuatan penggerak yang penting. Kesadaran masyarakat  juga menjadi kunci pokok agar sumberdaya hutan dapat termanfaatkan secara bijak dan lestari. Intinya yaitu Hutan Desa yang diinisiasi dengan memposisikan masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan kunci dalam pengelolaan kawasan hutan, maka mereka dapat mengakses sumberdaya alam dan memanfaatkanya untuk kehidupan, tetapi bukan sebagai pemilik kawasan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar