Tim
Layanan Kehutanan Masyarakat Unhas
sebagai wadah belajar bersama dalam membangun pengelolaan hutan berbasis masyarakat di
Sulawesi Selatan pada tanggal 26 September 2012 melakukan observasi lapang, pengukuran
tapal batas, serta inventarisasi potensi hutan pada Desa Bonto Bulaeng
Kecamatan Sinoa Kabupaten Bantaeng
Provinsi Sulawesi Selatan.Masyarakat dan hutan ternyata 2 komponen yang saling terkait dan tak bisa
di saling pisahkan,keduanya membentuk hubungan linear dan harmonis,ini lah yang
terjadi pada Desa Bonto Bulaeng sendiri pada tahun 2011 yang lalu mendapatkan
bantuan dari PNPM Mandiri Pedesaan yakni Pembangkit Listrik Tenaga Mycro
Hydro.Pembangkit listrik ini sangat tergantung pada hutan dan pepohonan yang
ada,karena sumber air berasal dari kawasan hutan tersebut. Saya dan saudara
Sopyan di tempatkan selama lima hari,pada areal yang di tetapkan sebagai
kawasan Hutan Desa.Selama kegiatan ini berlangsung,kami di dampingi oleh kepala
dusun serta anaknya.Hutan desa yaitu kawasan hutan negara yang
masuk dalam wilayah desa tertentu dan dikelola oleh masyarakat desa tertentu.
Hutan desa dapat diupayakan menyeimbangkan tiga aspek yaitu ekonomi, ekologi
dan keadilan serta dijadikan salah satu pilihan sumber kemandirian pendanaan
otonomi desa jangka panjang.
Hasil
pengamatan secara langsung di lapangan,bahwa Hutan Desa Bonto Bulaeng
berbatasan dengan Hutan Desa Bonto Lojong,Bonto Marannu,Kayuloe,dan Onto.Hal
lain yang kami dapatkan bahwa di dalam kawasan hutan telah ada aktifitas yang
dilakukan oleh masyarakat khususnya pembukaan lahan hutan untuk berladang dan
berkebun.Areal hutan desa pada Desa Bonto Bulaeng tergolong memprihatinkan,hal ini
di sebabkan minimnya pohon yang tumbuh pada areal tersebut.Justru lahan-lahan
pada areal hutan desa lebih banyak di jumpai tanaman jangka pendek seperti jagung,kopi,dan
cengkeh.Tanaman jagung,kopi,dan cengkeh
sepertinya menjadi gantungan hidup penduduk di sana.Ini terbukti pada beberapa
jalur dan plot inventarisasi yang kami buat,tanaman ini selalu kami
jumpai.Adapun jenis pohon yang mendominasi atau tumbuh subur pada areal hutan
desa ini adalah pinus mercussi,surem
dan kristania.Hal ini dikarenakan kondisi geografis,suhu,tanah dan iklim di
sana sepertinya cocok dengan tanaman tersebut.Berbicara tanaman pinus mercussi sendiri,warga di sana
belum memanfaatkanya dengan baik,misalnya saja kalau di daerah lain seperti
Desa Kompang,Kabupaten Sinjai, getah dari pinus itu di sarad untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat sekitar hutan di sana.Hasil wawancara kami dengan warga
di Desa Bonto Bulaeng,bahwa untuk melakukan penyaradan itu memerlukan waktu
yang lama dan keahlian khusus serta hasil pendapatan dari penyadapan getah
pinus itu masih tergolong rendah,hal inilah yang mengurungkan niat mereka untuk
melakukan proses penyaradan.
Sekitar
92 plot inventarisasi yang dibuat tak satupun kami menemukan tanaman HHBK
(hasil hutan bukan kayu),seperti bambu,aren,rotan,ataupun lebah madu.Pada plot
3 dan 4 kami menjumpai tanaman hias yakni tanaman bunga matahari,yang jumlahnya
sekitar 100 tanaman.Tanaman bunga matahari ini kalau di lihat dari segi estetis
mempunyai nilai ekonomis yang cukup baik,dan ini bisa di manfaatkan masyarakat
Desa Bonto Bulaeng pada khususnya,untuk menaikkan taraf hidup mereka.Ada hal
yang membuat kami menarik,yakni pada salah satu areal di wilayah Patturunjawa,Desa
Bonto Bulaeng ada sejumlah pohon bayam yang di tanami masyarakat.Umur pohon ini
memiliki kisaran 5-6 tahun. Kejadian ini tidak bisa di lepas pisahkan dengan
kondisi ekonomi masyarakat setempat. Pertanyaan
besar bagi kita semua adalah “bagaimana
mewujudkan hutan lestari,masyarakat sejahtera?”. Disini kami tidak perlu mengintrepretasikan siapa pihak
yang disalahkan pada hutan desa Bonto Bulaeng .Untuk menjawab itu semua agar
betul-betul terealisasi pada ranah realitas yakni di perlukan sinergitas
pemahaman pengelolaan hutan di semua lini stakeholder,baik itu pemerintah,akademisi,NGO,pemodal,ataupun
masyarakat. Hadirnya hutan desa ini tidak bisa di pungkiri untuk menambah income masyarakat.
Pada
Desa Bonto Bulaeng sendiri seharusnya memiliki lembaga yang siap memayungi
masyarakat dalam mengelola hutan desa tersebut. Apalagi kondisi pengetahuan masyarakat pada Desa Bonto
Bulaeng masih cukup minim. Hal ini bisa saja mengakibatkan terhambatnya
pengelolaan hutan desa nantinya,olehnya itu perlu penanganan serius.Faktor
pendukung lainya adalah sosialisasi dari instansi terkait yakni Dinas Kehutanan
Kabupaten Bantaeng harus intens. Semua ini di lakukan agar masyarakat mapan
dari segi pemahaman pengelolaan hutan desa berbasis masyarakat, yang nantinya
berefek pada kelembagaan masyarakat desa.Apabila kelembagaan masyarakat ini
sudah terpola dan terkonstruk dengan baik,tujuan yang di cita-citakan dapat di
peroleh dengan maksimal. Masyarakat sebagai pemanfaat sumberdaya hutan
merupakan kekuatan penggerak yang penting. Kesadaran masyarakat juga menjadi kunci pokok agar sumberdaya
hutan dapat termanfaatkan secara bijak dan lestari. Intinya yaitu Hutan Desa
yang diinisiasi dengan memposisikan masyarakat sebagai salah satu pemangku
kepentingan kunci dalam pengelolaan kawasan hutan, maka mereka dapat mengakses
sumberdaya alam dan memanfaatkanya untuk kehidupan, tetapi bukan sebagai
pemilik kawasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar