Jika kita melihat fenomena gerakan mahasiswa dalam
menyikapi kondisi bangsa saat ini, tentunya beberapa hal mengenai kondisi
politik menjadi relevan untuk dikaitkan. Jika kondisi bangsa ini sedang dalam
fase tidak baik-baik saja,polarisasi kekuatan gerakan mahasiswa menjadi titik
tolak dalam melihat fenomena di atas.
Gerakan mahasiwa yang dibangun berdasarkan idealisme
pemikiran, tidak bisa dipungkiri berada dalam ranah politik. Salah seorang
tokoh mahasiswa eksponen 1966, Soe Hok Gie menyebut gerakan mahasiswa sebagai
gerakan moral, namun segala aksi yang dilakukan gerakan mahasiswa mempengaruhi
kondisi politik, bahkan masuk ke dalam dunia politik. Akan tetapi orientasi
gerakan ini bukan untuk mendapatkan kekuasaan negara tetapi lebih sebagai
solidaritas terhadap ketidakadilan yang dilakukan penguasa.
Akhir-akhir ini kita
menyaksikan kasus korupsi yang semakin menggurita bangsa Indonesia.Hal
ini di buktikan dengan berhasilnya KPK membongkar kasus korupsi tersebut.Sebut
saja Angelina Sondakh,Andi Malareng,Anas Urbaningrum,serta Nazarudin.Tentu ini
adalah prestasi besar buat KPK,walaupun sebenarnya KPK pun sedang mengalami
polemik pada tataran internalnya.
Namun di balik itu
semua,ada kasus besar yang belum di bongkar oleh KPK sejak mencuat tahun 2009
silam.Pertanyaannya kemudian yang muncul adalah dimana gerakan mahasiswa yang
notabentnya adalah kaum intelektual penyongsong perubahan?Ternyata mahasiswa
kita kehilangan arah dan taji (disorientasi). Namun sayangnya isu
tersebut di tingkat mahasiswa tak berjalan dengan baik. Biasanya isu tersebut
diolah melalui forum diskusi, kajian, dan penelitian.
Isu lain yang akhir-akhir ini marak adalah
kembali di naikkanya BBM. Rakyat sesungguhnya membutuhkan alasan yang sederhana
atas rencana pemerintah yang ingin menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM)
subsidi. Tidak semua rakyat mengerti kalau diberikan penjelasan menyangkut
jebloknya ketahanan fiskal. "Mengapa 20 persen anggaran negara dihabiskan
untuk subsidi BBM? Di situlah letaknya, kita harus membantu pemerintah untuk
jangan ragu-ragu membawa sumber daya alam yang terbatas ini demi kebutuhan yang
lebih baik di negeri ini. Sebenarnya, cara penjelasannya saja yang diperlukan
untuk membuat rakyat memahami kenaikan BBM,seperti yang pernah di ujar oleh
Jusuf Kalla.Pertanyaanya kemudian Pertanyaannya adalah, pemerintah tidak pernah
menyebutkan apakah akan ada jaminan ongkos angkot dan ojek tidak akan naik jika
harga BBM naik? Apakah akan ada jaminan harga barang juga tidak akan naik?
Apakah ada jaminan harga sewa rumah buruh juga tidak naik? Apakah pengalihan
subsidi BBM akan dipakai untuk menjalankan jaminan kesehatan seluruh rakyat
termasuk jumlah penerima bantuan iuran bagi 150 juta orang? Apakah akan ada
jaminan sekolah gratis sampai SMA?Disinilah peran mahasiswa di tantang sebagai control
social terkait kasus ini.
Belum lagi tak sedikit mahasiswa yang terjebak
dalam kawah hedonisme. Berlomba-lomba dengan berbagai cara mendapatkan produk,
fasilitas, atau jasa yang ditawarkan pabrik baik melalui papan reklame atau
melalui media elektronik. Hingga akhirnya terhegemoni, dan menjadi alat untuk
mendulang keuntungan para kaum kapital.
Jika kita coba menelaah pergerakan
mahasiswa hari ini, maka belum banyak kita temukan pergerakan yang berbasis
keberanian. Kata ‘pergerakan’ masih dimaknai oleh sebagian besar mahasiswa,
dekat dengan aksi demonstrasi atau aksi-aksi sensasional yang bersifat perlawanan
vertikal. Hal ini sepertinya masih dipengaruhi oleh euforia aksi saat reformasi
1998.
Banyak yang berpendapat bahwa
pergerakan dengan pemahaman dan pendekatan lama tersebut sekarang sudah tidak
lagi relevan. Apalagi, modal yang digunakan adalah nekat, maka itu
hampir sama dengan bunuh diri. Lalu bagaimana pemahaman dan pendekatan
seharusnya yang relevan dengan kondisi kekinian saat ini?
Pengetahuan : Modal Dasar
Terlihat bahwa pengetahuan disini
menjadi sebuah modal dasar dalam setiap tindakan. Begitu juga halnya dengan
sebuah keberanian,bahwa keberanian sesungguhnya harus berlandaskan modal
pengetahuan yang kontekstual dengan tindakan yang akan dilakukan.
Saat ini tengah berkembang di
berbagai belahan dunia, sejumlah gerakan berbasis pengetahuan. Melingkupi
berbagai sistem, mulai dari ekonomi, inovasi teknologi, pembangunan, dan
sejumlah sistem lainnya, semua berbasis pengetahuan. Dari basis inilah tumbuh
keberanian dan kepercayaan diri dari sebuah gerakan.
Begitu juga dengan pergerakan
mahasiswa, modal pengetahuan seharusnya menjadi basis atau modal utama.
Pergerakan seharusnya dimaknai secara luas, mulai dari aksi sosial,
kewirausahaan, pendidikan, seni budaya, dan berbagai jenis aksi lainnya yang
bertujuan positif dan dilakukan dengan metode-metode yang juga positif, inilah
seharusnya integritas pergerakan mahasiswa dengan ciri intelektual yang tidak
hanya menjadi menara gading. Namun juga mengakar menyentuh rakyat dengan hasil
olahan mereka terhadap kompleksnya ilmu pengetahuan.
Sebagian kelompok mahasiswa saat ini
telah melakukan dan berupaya memaksimalkan pemahaman dan pendekatan berbasis
pengetahuan tersebut. Hanya saja mereka masih sebagian kecil dan sebagian
besarnya masih bermodal jumlah massa dan nekat.
Lalu bagaimana dengan sebagian besar
mereka yang masih belum berbasis pengetahuan tersebut ?. Apa yang menjadi
hambatan bagi mereka ditengah arus perkembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi
(Iptek) saat ini ?.
Bahaya Laten Konservatif
“Akuilah dengan hati bersih bahwa
kalian bisa belajar dari orang barat. Tapi jangan sekali-kali kalian meniru
mereka. Jadilah murid-murid dari timur yang cerdas”-Tan Malaka
Begitulah himbauan bagi para manusia
Indonesia dari seorang Tan Malaka, pemikir terbaik bangsa yang pertama kali
menulis konsep tentang Republik Indonesia dan berhasil menghidupkan akal sehat
orang timur melalui karya fenomenalnya : Materialisme, Dialektika, dan Logika
(Madilog).
Himbauan di atas sangat tepat bagi
kelompok mahasiswa yang bersikap konservatif. Konservatif adalah sebuah sikap
resisten atau ketertutupan terhadap hal-hal baru. Sikap ini sesungguhnya tidak
sepenuhnya salah, karena salah satu tujuannya adalah menjaga identitas atau
karakter asli dari keyakinan yang positif. Namun sikap ini menjadi bodoh ketika
dilakukan secara berlebihan. Sehingga memunculkan benteng terhadap
gagasan-gagasan baru yang sesungguhnya benar.
Hal ini akhirnya membuat mereka
terkungkung dalam kesempitan cara pandang, sementara di luar benteng mereka
ilmu pengetahuan terus berkembang. Doktrin kebenaran bagi mereka seolah kaku,
statis, dan tidak dinamis. Sifat kritis yang lahir, tumbuh secara tidak
seimbang. Hanya mengkritik keluar, namun jarang menggugat ke dalam ; apa yang
telah diyakini selama ini. Alhasil kedangkalan pemaknaan terhadap urgensi
pengetahuan pun membuat mereka bergerak dengan mengabaikan modal dasar ;
pengetahuan.
Penyebab munculnya sikat konservatif
ini tentu beralasan. Munculnya sejumlah gerakan yang berupaya menyebarkan paham
pemikiran dan ideologi mereka di Indonesia adalah salah satu alasannya.
Mahasiswa sebagai generasi masa depan tentu disini menjadi sasaran strategis.
Hal ini kemudian dilakukan melalu berbagai metode, sehingga akhirnya berhasil
mencuci otak para mahasiswa dan membunuh daya kritis mereka melalui
indoktrinasi.
Indoktrinasi yang berlangsung secara
terus menerus membuat mereka semakin kerdil. Mereka terkurung dalam kesempitan
doktrin, merasa menjadi yang paling benar dan yang lain adalah salah. Yang
salah dianggap sebagai musuh dan tidak bisa dipercaya. Kelebihan pengetahuan dan
keunggulan lainnya yang dimiliki oleh pihak lain dianggap sebagai sebuah
ancaman terhadap eksistensi mereka. Sehingganya, jalan apapun kemudian
dihalalkan untuk memusnahkan ancaman-ancaman yang membahayakan tersebut, demi
memuluskan jalan meraih kekuasaan politik. Mereka menjadi buta, bodoh,
pecundang, dan tanpa integritas.
Inilah bahaya laten dari paham
konservatif yang berkembang dan menjadi hambatan dari berkembangnya gerakan
mahasiswa yang berbasis pengetahuan.
Konsisten Belajar : Memupuk
Keberanian
Gerakan mahasiswa yang ideal untuk
kondisi kekinian zaman adalah, sebuah gerakan yang berani karena berbasis ilmu
pengetahuan yang dinamis. Bukan sebuah gerakan nekat dan
konservatif yang kuno, klasik, dan tidak berkembang serta tidak relevan dengan
kebutuhan zaman.
Sikap konservatif yang merebak ini
memang cukup dilematis. Di satu sisi hal ini sebagai pertahanan terhadap
nilai-nilai yang dianggap benar, di sisi lain hambatan untuk maju dan
berkembang. Kompleks memang, karena terkait dengan relatifitas asumsi
kebenaran, konspirasi perang pemikiran, dan benturan serta distorsi budaya yang
terjadi antara keyakinan dan kepercayaan.
Namun tentu dengan terus menerus
belajar memperluas pengetahuan, maka kita seharusnya mampu menarik garis batas
dimana kita harus bersikap konservatif dan dimana tidak bersikap demikian.
Kata ‘konsisten’ pun dalam konteks
ini harus dipahami dengan benar. Konsisten bukan berarti statis dan bertahan
dengan prinsip lama secara terus-menerus. Namun konsisten seharusnya diterapkan
dalam upaya belajar memperluas pengetahuan secara terus menerus. Sehingganya,
ketika kita menemukan hal baru yang tidak relevan dengan prinsip lama kita dan
dirasa lebih benar, maka bukan sebuah kesalahan jika kita merubah prinsip lama
tersebut dan beralih ke hal yang baru.
Konsistensi untuk terus belajar, hal
inilah yang semestinya ditanamkan dalam setiap roh pergerakan mahasiswa saat
ini. Bukan mengedepankan emosi brutal tanpa intelektual. Konsistensi belajar
tersebutlah yang akan terus memperluas wawasan pengetahuan mereka, sehingga
akhirnya mampu bersikap berani yang ideal. Karena tantangan masa depan kita
adalah kompetisi intelektual, ide, gagasan, dan inovasi. Semua hal tersebut
berbasis kepada ilmu pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar