Muna adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi
Sulawesi Tenggara, dengan Ibu Kota di Raha. Kabupaten Muna memliki luas wilayah
sekitar 4.887 km² dan berpenduduk sebanyak 304.753
jiwa. Muna merupakan pulau yang dikaruniakan sumber daya alam tak kalah
melimpahnya dengan pulau-pulau lain yang ada di Indonesia. Salah satu sumber
daya alam yang dapat dinikmati di Muna adalah hutan. Secara geografis Muna
terletak pada wilayah kepulauan dengan total luas hutan 94,073 ha. Hasil hutan
yang umumnya diproduksi dan dinikmati oleh masyarakat adalah jati atau yang
biasa orang Muna kenal dengan istilah kulidawa
(kayu yang berasal dari Jawa).
Muna
dan jati bagai dua gambar dalam satu keping mata uang yang tak bisa disaling
pisahkan. Awal mulanya tanaman jati tumbuh dengan subur secara alami dan
menjadi primadona khusus di Muna. Tak salah jika Muna menjadi salah satu
penghasil jati terbaik di Indonesia dan sudah mendunia. Hal ini disebabkan jati
Muna memiliki warna yang lebih gelap, bertekstur serat indah, dan batangnya
lurus dibanding jati lain yang ada di Indonesia. Berdasarkan tradisi lisan yang
sudah turun temurun jati atau kulidawa
dibawa oleh
Paelangkuta pada masa Raja Sugi Laende awal abad 15, ketika kapitalao
‘panglima perang’ itu pulang dari membantu rakyat Jepara berperang melawan
Inggris. Benih jati yang dibawa oleh Paelangkuta ditanam pertama kali didaerah
yang kita kenal dengan nama Napabalano. Sebelum menanam jati tersebut
Paelangkuta mengucapkan sumpah (dalam
bahasa Muna) yang bunyinya :
"Aetisa
kulidawa ini so-hintumu mieno Wuna, so-rayatino ne-wuna ini. Lahalahae
sopokalambughono hasilini kulidawa ini suano so-faraluno rayatino wuna ini,
naerimba maka nalompona panaeghawa kasalamati".
‘Saya tanam kulidawa ini untuk kalian orang
Muna, untuk rakyat di Muna ini. Barang siapa yang tidak memanfaatkan kulidawa
ini untuk kepentingan rakyat Muna, cepat atau lambat dia tidak akan selamat’.
Apa
yang telah diucapkan Paelangkuta adalah pesan untuk orang-orang Muna agar
menjaga dan melestarikan tanaman jati untuk keberlangsungan makhluk hidup. Sumpah
dari Paelangkuta sendiri mempunyai makna dan korelasi yang jelas dan saling
berkaitan antara kelestarian ekologis dan kesejahteraan masyarakat Muna. Bila berkaca
pada kondisi realitas hutan jati Muna saat ini berada pada kondisi yang kritis.
Laju degradasi dan deforestasi hutan jati Muna sangat tinggi. Hal ini dapat
dilihat dari luasan hutan jati yang tersisa sekitar 1.000 ha dari luasan 30.000
ha hutan jati yang ada. Dalam pengelolaanya jati Muna mengalami perambahan
dalam skala besar demi tujuan material tanpa memperdulikan asas kelestarian.
Padahal bila hal ini dapat berjalan beriringan akan menciptakan kondisi
ekologis yang lestari dan menciptakan
kondisi pekonomian yang menguntungkan masyarakat Muna sendiri.
Kelestarian
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat adalah dua hal yang substantif dan mesti berjalan bersamaan bukan malah
bertolak belakang. Jati
tersebut bisa diolah menjadi berbagai macam produk kerajinan yang memiliki
nilai jual yang tinggi dan dapat menunjang perekonomian masyarakat sekitar
hutan. Dalam kegiatan pengelolaan hutan tersebut, tentu harus dilakukan dengan
cara yang lestari dan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
yang memperhatikan fungsi ekologis, ekonomis, dan social budaya. Tentu dengan
hal ini fungsi dan manfaat hutan dapat menempatkan peranannya dalam kelestarian
mutu dan tatanan lingkungkan serta pengembangan ekonomi kerakyatan.
Hutan dan Manusia
Hubungan
saling ketergantungan antara manusia dan hutan sangatlah jelas dan suatu
keniscayaan. Hutan membutuhkan karbondioksida untuk melakukan pertumbuhanya dan
salah satu timbale baliknya adalah mengeluarkan oksigen. Hutan menyerap gas
carbon di atmosfer kayaknya spoons yang menyerap air. Hutan memberikan kehidupan pada manusia Memberikan
air, oksigen serta melindungi manusia dari efek radiasi matahari. Bisa
dibayangkan jika salah satu organ vital manusia hilang. Ada ketidakseimbangan
pada tubuh yang terjadi dan menyebabkan konsentrasi terganggu serta perasaan
yang tak karuan. Nah, begitu pula yang terjadi pada hutan bila mengalami
kerusakan yang berdampak pada ketidakseimbangan alam.Hutan punya sumbangsi real
bagi kelestarian lingkungan dan sebagai penggerak perekonomian suatu daerah. Begitu
pula dengan tanaman jati yang telah memberi andil tersendiri untuk Muna.
Kondisi
yang terjadi saat ini di Muna adalah sangat memprihatinkan dikarenakan
eksploitasi jati dilakukan dalam skala besar tanpa memperhatikan aspek
kelestarian. Terdegradasinya hutan jati Muna tidak dapat dipisahkan dari
beberapa stakeholder yang ada seperti pemerintah, pemilik modal, dan
masyarakat. Apa yang terjadi ini adalah bias dari pemerintah sebagai pembuat
regulasi yang tidak berpihak pada masyarakat sekitar hutan yang menggantungkan
hidupnya pada hutan. Akumulasi dari kejadian ini menyebabkan konflik sumber
daya hutan yang menyebabkan hubungan social yang tidak harmonis antara
masyarakat, pemerintah, dan pemilik modal. Bila aspek kelestarian dapat dijaga serta
nilai ekonomi dari sumber daya hutan jati dimanfaatkan dengan baik tentu akan
memberikan dampak sistemik bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Muna.
Harapan Untuk Pemerintah
Berkaca
pada realitas bahwa hutan jati Muna sudah sangat rusak dan berada pada level kritis.
Namun masih ada secercah harapan untuk kembali melestarikannya menjadi hijau
dan memiliki kualitas unggul. Sudah seharusnya ego antroposentrisme diruntuhkan
oleh kalangan ataupun oknum-oknum yang merusak jati selama ini. Manusia sering
memposisikan dirinya sebagai pihak yang memiliki otoritas tertinggi dalam
perencanaan dan pengelolaan hutan dimasa sekarang ataupun akan dating. Kondisi
ini tidak terlepas dari posisi manusia yang menganggap dirinya ciptaan sempurna
disbanding yang lainya. Pandangan dan pola piker seperti ini yang membuat
manusia memposisikan dirinya sebagai pusat alam semesta, sehingga lahirlah
kesan bahwa keputusan dan tindakan yang dilaksanakan hanya untuk kepentingan
manusia semata yang sifatnya tidak berkesinambungan.
Pemerintah
sebagai elemen penting dalam pengelolaan hutan diharapkan berkontribusi nyata
mengembalikan kelestarian jati Muna yang kian hari kian luput dari pandangan
mata. Pemerintah misalnya dapat menggalakan regulasi terkait pengelolaan hutan
berbasis masyarakat. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat memberikan
kesempatan kepada masyarakat sebagai pelaku atau mitra utama dalam rangka
meningkatkan kesejahteraanya dan mewujudkan kelestarian hutan. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan memberdayakan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat
setempat diharapkan untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan masyarakat dalam
pemanfaatan hutan.
Program
lain yang dapat dicanangkan pemerintah yaitu dengan merealisasian ruang terbuka
hijau. Ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang-ruang terbuka satu wilayah
yang diisi `oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat
langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh ruang terbuka hijau dalam
kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah
perkotaan tersebut. Salah satu strategi guna melestarikan jati di Muna adalah
dengan menanamnya di ruang terbuka hijau. Tanaman secara fisiologis bersifat
menetralisir keadaan lingkungan yang berada dibawah daya tamping lingkungan.
Kemampuan ini dapat berasal dari hasil kerja fotosintetis yang dapat menyerap
polutan udara dan dapat berfungsi mencegah erosi dan sedimentasi. Hal ini
sangat baik bila mendapat perhatian dari pemerintah mengingat bila musim
penghujan tiba, Muna sudah sangat beresiko akan banjir.
Pendidikan
lingkungan merupakan salah satu solusi yang juga harus dipikirkan oleh
pemerintah. Pendidikan lingkungan salah satu factor untuk meminimalisir
kerusakan jati yang ada di Muna. Melalui program ini diharapkan sumber daya
manusia dapat melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan serta meningkatkan
pemahaman dan kepedulian masyarakat dalam menjaga dan melestarikan jati Muna. Pemerintah
Kabupaten Muna seharusnya menginisiasi dan mengusulkan program ini ke institusi
terkait yang berada di pusat dan level daerah atau membuat perda terkait hal
ini. Program ini dapat melibatkan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen
Kehutanan untuk saling bekerja sama. Kedua birokrasi ini juga punya andil yang
penting dalam mengembalikan identitas Muna sebagai kota penghasil jati dengan
kualitas yang baik dan unggul. Institusi
pendidikan perlu menetapkan kebijakan, pedoman dan program pendidikan
lingkungan hidup, meningkatkan kompetensi murid dan guru, serta menyusn materi
ajar dan metode pembelajaranya. Pihak
Departemen Kehutanan bisa mengambil peran dengan melatih para guru dan
tenaga kependidikan mengenai lingkungan dan kerja sama dalam pelaksanaanya.
Menjaga Jati dan Mengembalikan Jati
Diri Muna
Jati
yang berada pada Cagar Alam Napabalano diklaim berumur tua dengan kisaran usia
200 tahun. Itulah salah satu bukti yang dapat dilihat di Muna bahwa jati pernah
tumbuh dengan subur. Sayangnya masyarakat Muna mulai meninggalakan pesan
leluhur bahwa dengan jati masyarakat Muna dapat hidup makmur. Pesan ini yang
terputus dan tidak sampai pada oknum-oknum pengrusak dan penghancur jati di
Muna. Apa yang telah dilakukan adalah hanya untuk kepentingan dan kenikmatan
sesaat. Jati warisan leluhur dan nenek moyang agar tak menuai ajal memang
segera harus diselamatkan oleh generasi saat ini. Jati harus segera
dikembalikan sebagai identitas dan primadona Muna. Hadirnya Petani Hutan Jati
Muna (PHJM) yang diinisiasi oleh lembaga swadaya masyarakat membawa angin segar
demi kelangsungan hutan jati Muna. Melalui PHJM yang dikembangkan masyarakat
ini ada potensi jati bisa kembali dilestarikan dan mempunyai prospek ekonomi
yanh tinggi dimasa mendatang. PHJM ini sendiri kabarnya telah memiliki anggota
dari 9 Kecamatan yang ada di Muna dan memiliki lahan dengan luasan sekitar
1000,3 Ha.
Hutan
jati memiliki sejarah perjalanan yang cukup panjang begitu pula dengan
Kabupaten Muna bahkan kedua hal ini tak bisa disaling pisahkan. Jati sampai
kapanpun tetap menjadi symbol kejayaan dan kebangaan orang Muna.. Kembali
bermunculnya masyarakat Muna yang menanam jati melalui PHJM lahir suatu
keyakinan bahwa kondisi ini akan berdampak sistemik pada masyarakat Muna
lainnya. Bila ini menjadi kenyataan masyarakat Muna kembali menjadi manusia yang
memiliki sifat-sifat alamiah yang tunduk pada hukum alamiah. Masyarakat Muna
kembali hidup dalam taraf kehidupan estetis, etis, dan religious. Menjaga dan
kembali melestarikan jati artinya mengembalikan identitas atau jati diri Muna.
Tentu ini dapat terwujud bila semua elemen dapat bersinergi baik pemerintah,
LSM dan masyarakat.