song

Kamis, 22 September 2016

Lestarikan Jati, Lestarikan Identitas Muna


Muna adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan Ibu Kota di Raha. Kabupaten Muna memliki luas wilayah sekitar 4.887 km² dan berpenduduk sebanyak 304.753 jiwa. Muna merupakan pulau yang dikaruniakan sumber daya alam tak kalah melimpahnya dengan pulau-pulau lain yang ada di Indonesia. Salah satu sumber daya alam yang dapat dinikmati di Muna adalah hutan. Secara geografis Muna terletak pada wilayah kepulauan dengan total luas hutan 94,073 ha. Hasil hutan yang umumnya diproduksi dan dinikmati oleh masyarakat adalah jati atau yang biasa orang Muna kenal dengan istilah kulidawa (kayu yang berasal dari Jawa).
Muna dan jati bagai dua gambar dalam satu keping mata uang yang tak bisa disaling pisahkan. Awal mulanya tanaman jati tumbuh dengan subur secara alami dan menjadi primadona khusus di Muna. Tak salah jika Muna menjadi salah satu penghasil jati terbaik di Indonesia dan sudah mendunia. Hal ini disebabkan jati Muna memiliki warna yang lebih gelap, bertekstur serat indah, dan batangnya lurus dibanding jati lain yang ada di Indonesia. Berdasarkan tradisi lisan yang sudah turun temurun jati atau kulidawa dibawa oleh Paelangkuta pada masa Raja Sugi Laende awal abad 15, ketika kapitalao ‘panglima perang’ itu pulang dari membantu rakyat Jepara berperang melawan Inggris. Benih jati yang dibawa oleh Paelangkuta ditanam pertama kali didaerah yang kita kenal dengan nama Napabalano. Sebelum menanam jati tersebut Paelangkuta mengucapkan  sumpah (dalam bahasa Muna) yang bunyinya :
"Aetisa kulidawa ini so-hintumu mieno Wuna, so-rayatino ne-wuna ini. Lahalahae sopokalambughono hasilini kulidawa ini suano so-faraluno rayatino wuna ini, naerimba maka nalompona panaeghawa kasalamati".
Saya tanam kulidawa ini untuk kalian orang Muna, untuk rakyat di Muna ini. Barang siapa yang tidak memanfaatkan kulidawa ini untuk kepentingan rakyat Muna, cepat atau lambat dia tidak akan selamat’.

Apa yang telah diucapkan Paelangkuta adalah pesan untuk orang-orang Muna agar menjaga dan melestarikan tanaman jati untuk keberlangsungan makhluk hidup. Sumpah dari Paelangkuta sendiri mempunyai makna dan korelasi yang jelas dan saling berkaitan antara kelestarian ekologis dan kesejahteraan masyarakat Muna. Bila berkaca pada kondisi realitas hutan jati Muna saat ini berada pada kondisi yang kritis. Laju degradasi dan deforestasi hutan jati Muna sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari luasan hutan jati yang tersisa sekitar 1.000 ha dari luasan 30.000 ha hutan jati yang ada. Dalam pengelolaanya jati Muna mengalami perambahan dalam skala besar demi tujuan material tanpa memperdulikan asas kelestarian. Padahal bila hal ini dapat berjalan beriringan akan menciptakan kondisi ekologis yang  lestari dan menciptakan kondisi pekonomian yang menguntungkan masyarakat Muna sendiri.
Kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat adalah dua hal yang substantif  dan mesti berjalan bersamaan bukan malah bertolak belakang. Jati tersebut bisa diolah menjadi berbagai macam produk kerajinan yang memiliki nilai jual yang tinggi dan dapat menunjang perekonomian masyarakat sekitar hutan. Dalam kegiatan pengelolaan hutan tersebut, tentu harus dilakukan dengan cara yang lestari dan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan fungsi ekologis, ekonomis, dan social budaya. Tentu dengan hal ini fungsi dan manfaat hutan dapat menempatkan peranannya dalam kelestarian mutu dan tatanan lingkungkan serta pengembangan ekonomi kerakyatan.
Hutan dan Manusia
Hubungan saling ketergantungan antara manusia dan hutan sangatlah jelas dan suatu keniscayaan. Hutan membutuhkan karbondioksida untuk melakukan pertumbuhanya dan salah satu timbale baliknya adalah mengeluarkan oksigen. Hutan menyerap gas carbon di atmosfer kayaknya spoons yang menyerap air. Hutan memberikan kehidupan pada manusia Memberikan air, oksigen serta melindungi manusia dari efek radiasi matahari. Bisa dibayangkan jika salah satu organ vital manusia hilang. Ada ketidakseimbangan pada tubuh yang terjadi dan menyebabkan konsentrasi terganggu serta perasaan yang tak karuan. Nah, begitu pula yang terjadi pada hutan bila mengalami kerusakan yang berdampak pada ketidakseimbangan alam.Hutan punya sumbangsi real bagi kelestarian lingkungan dan sebagai  penggerak perekonomian suatu daerah. Begitu pula dengan tanaman jati yang telah memberi andil tersendiri untuk Muna.
Kondisi yang terjadi saat ini di Muna adalah sangat memprihatinkan dikarenakan eksploitasi jati dilakukan dalam skala besar tanpa memperhatikan aspek kelestarian. Terdegradasinya hutan jati Muna tidak dapat dipisahkan dari beberapa stakeholder yang ada seperti pemerintah, pemilik modal, dan masyarakat. Apa yang terjadi ini adalah bias dari pemerintah sebagai pembuat regulasi yang tidak berpihak pada masyarakat sekitar hutan yang menggantungkan hidupnya pada hutan. Akumulasi dari kejadian ini menyebabkan konflik sumber daya hutan yang menyebabkan hubungan social yang tidak harmonis antara masyarakat, pemerintah, dan pemilik modal.  Bila aspek kelestarian dapat dijaga serta nilai ekonomi dari sumber daya hutan jati dimanfaatkan dengan baik tentu akan memberikan dampak sistemik bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Muna.



Harapan Untuk Pemerintah
Berkaca pada realitas bahwa hutan jati Muna sudah sangat rusak dan berada pada level kritis. Namun masih ada secercah harapan untuk kembali melestarikannya menjadi hijau dan memiliki kualitas unggul. Sudah seharusnya ego antroposentrisme diruntuhkan oleh kalangan ataupun oknum-oknum yang merusak jati selama ini. Manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang memiliki otoritas tertinggi dalam perencanaan dan pengelolaan hutan dimasa sekarang ataupun akan dating. Kondisi ini tidak terlepas dari posisi manusia yang menganggap dirinya ciptaan sempurna disbanding yang lainya. Pandangan dan pola piker seperti ini yang membuat manusia memposisikan dirinya sebagai pusat alam semesta, sehingga lahirlah kesan bahwa keputusan dan tindakan yang dilaksanakan hanya untuk kepentingan manusia semata yang sifatnya tidak berkesinambungan.
Pemerintah sebagai elemen penting dalam pengelolaan hutan diharapkan berkontribusi nyata mengembalikan kelestarian jati Muna yang kian hari kian luput dari pandangan mata. Pemerintah misalnya dapat menggalakan regulasi terkait pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat memberikan kesempatan kepada masyarakat sebagai pelaku atau mitra utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraanya dan mewujudkan kelestarian hutan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberdayakan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat setempat diharapkan untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan masyarakat dalam pemanfaatan hutan.
Program lain yang dapat dicanangkan pemerintah yaitu dengan merealisasian ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang-ruang terbuka satu wilayah yang diisi `oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh ruang terbuka hijau dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Salah satu strategi guna melestarikan jati di Muna adalah dengan menanamnya di ruang terbuka hijau. Tanaman secara fisiologis bersifat menetralisir keadaan lingkungan yang berada dibawah daya tamping lingkungan. Kemampuan ini dapat berasal dari hasil kerja fotosintetis yang dapat menyerap polutan udara dan dapat berfungsi mencegah erosi dan sedimentasi. Hal ini sangat baik bila mendapat perhatian dari pemerintah mengingat bila musim penghujan tiba, Muna sudah sangat beresiko akan banjir.  
Pendidikan lingkungan merupakan salah satu solusi yang juga harus dipikirkan oleh pemerintah. Pendidikan lingkungan salah satu factor untuk meminimalisir kerusakan jati yang ada di Muna. Melalui program ini diharapkan sumber daya manusia dapat melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan serta meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dalam menjaga dan melestarikan jati Muna. Pemerintah Kabupaten Muna seharusnya menginisiasi dan mengusulkan program ini ke institusi terkait yang berada di pusat dan level daerah atau membuat perda terkait hal ini. Program ini dapat melibatkan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kehutanan untuk saling bekerja sama. Kedua birokrasi ini juga punya andil yang penting dalam mengembalikan identitas Muna sebagai kota penghasil jati dengan kualitas yang baik dan unggul.  Institusi pendidikan perlu menetapkan kebijakan, pedoman dan program pendidikan lingkungan hidup, meningkatkan kompetensi murid dan guru, serta menyusn materi ajar dan metode pembelajaranya.  Pihak  Departemen Kehutanan bisa mengambil peran dengan melatih para guru dan tenaga kependidikan mengenai lingkungan dan kerja sama dalam pelaksanaanya.
Menjaga Jati dan Mengembalikan Jati Diri Muna
Jati yang berada pada Cagar Alam Napabalano diklaim berumur tua dengan kisaran usia 200 tahun. Itulah salah satu bukti yang dapat dilihat di Muna bahwa jati pernah tumbuh dengan subur. Sayangnya masyarakat Muna mulai meninggalakan pesan leluhur bahwa dengan jati masyarakat Muna dapat hidup makmur. Pesan ini yang terputus dan tidak sampai pada oknum-oknum pengrusak dan penghancur jati di Muna. Apa yang telah dilakukan adalah hanya untuk kepentingan dan kenikmatan sesaat. Jati warisan leluhur dan nenek moyang agar tak menuai ajal memang segera harus diselamatkan oleh generasi saat ini. Jati harus segera dikembalikan sebagai identitas dan primadona Muna. Hadirnya Petani Hutan Jati Muna (PHJM) yang diinisiasi oleh lembaga swadaya masyarakat membawa angin segar demi kelangsungan hutan jati Muna. Melalui PHJM yang dikembangkan masyarakat ini ada potensi jati bisa kembali dilestarikan dan mempunyai prospek ekonomi yanh tinggi dimasa mendatang. PHJM ini sendiri kabarnya telah memiliki anggota dari 9 Kecamatan yang ada di Muna dan memiliki lahan dengan luasan sekitar 1000,3 Ha.
Hutan jati memiliki sejarah perjalanan yang cukup panjang begitu pula dengan Kabupaten Muna bahkan kedua hal ini tak bisa disaling pisahkan. Jati sampai kapanpun tetap menjadi symbol kejayaan dan kebangaan orang Muna.. Kembali bermunculnya masyarakat Muna yang menanam jati melalui PHJM lahir suatu keyakinan bahwa kondisi ini akan berdampak sistemik pada masyarakat Muna lainnya. Bila ini menjadi kenyataan masyarakat Muna kembali menjadi manusia yang memiliki sifat-sifat alamiah yang tunduk pada hukum alamiah. Masyarakat Muna kembali hidup dalam taraf kehidupan estetis, etis, dan religious. Menjaga dan kembali melestarikan jati artinya mengembalikan identitas atau jati diri Muna. Tentu ini dapat terwujud bila semua elemen dapat bersinergi baik pemerintah, LSM dan masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar