song

Rabu, 25 Juli 2012

Beritadaerah.com | Pusat Informasi Potensi Daerah Indonesia - Pariwisata & Investasi Usaha

Beritadaerah.com | Pusat Informasi Potensi Daerah Indonesia - Pariwisata & Investasi Usaha

MAHASISWA,KAMPUS,DAN LEMBAGA


I. GENESIS

            Mahasiswa, bagaiamanapun juga adalah representasi kekuatan penyeimbang yang akan selalu ada dalam dinamika perkembangan budaya sebuah masyarakat yang diaktualisasikan dalam kerangka organisasi maupun kapasitas individunya. Kerangka organisasi kemahasiswaan pada dasarnya merupakan sebuah bagian integral dari investasi idiologi dan dinamika perkembangan hubungan antara masyarakat, dan kampus sebagai sebuah miniatur kehidupan masyarakat yang terkecil, merupakan benteng kebenaran terakhir yang sering kali diharapkan menjadi avant garde terhadap semua dinamika perubahan yang terjadi. Kerangka objektifitas intelektual harus menjadi kerangka berfikir yang mutlak ada, dan moralitas kebebasan menjadi inspirasi dari kelompok yang memang memiliki tingkat kesadaran yang jauh lebih baik.
            Maka ketika realitas sosial diluar sudah berjalan keluar dari rel – nya, tanggung jawab moral untuk mengembalikannya dalam jalurnya yang semula harus dilakukan oleh kekuatan mahasiswa, baik dalam kerangka kelembagaan formal maupun yang lainnya. Karena bagaimana – pun juga, kelompok kelas menengah yang ada pada batas kesadaran terbaik ini, harus dapat mengggantikan fungsi sosial yang sebelumnya tidak berjalan.

II. KAMPUS SEBAGAI BENTENG KEBENARAN

            Dinamika perubahan dan kekuatan intelektual suatu bangsa akan sangat dipengaruhi dengan tempat dimana manusia dari suatu bangsa tersebut melakukan proses interaksi, pembelajaran dan pembebasan berfikir untuk memajukan system budaya masyarakat sambil berupaya  menjawab pertanyaan – pertanyaan terhadap persoalan yang ada dimasyarakat. Tempat dimana kerangka rasionalitas dan obyektifitas berfikir menjadi basis dari setiap interaksi yang terjadi di dalamnya.
Gambaran tentang tempat ini, seharusnya merupakan syarat mutlak lembaga pendidikan tinggi (kampus) yang mau tidak mau adalah dapur dari seluruh kerangka berfikir dan pembentukan carakter dari suatu bangsa. Rasioalitas berfikir yang harus dikembangkan dan hidup dalam dinamika kampus pada dasarnya adalah sebuah simbol kebenaran yang selalu menjadi contoh bagi dinamika objektif yang muncul dimasyarakat. Sederhananya, proses  evolusi dari suatu bangsa akan sangat dipengaruhi oleh kwalitas generasi intelektualnya yang memang terlahir dari sebuah ruangan tempat dimana segala aktivitas akan berkembang secara ideal, yaitu kampus. Namun selama kurun waktu 32 tahun pemerintahan orde baru, kampus malah menjadi mercusuar otoriterianisme rezim dan rumah jagal bagi wacana kebebasan intelektual. Malah kekuatan yang ada didalamnya turut bertanggung jawab terhadap proses rekayasa sosial dimasyarakat. Dan hanya sekedar mengingatkan bahwa  kita tidak pernah punya Universitas tiran, namun kita selalu punya stock tirani yang cukup banyak.[1]

III. MAHASISWA

Gambaran umum tentang mahasiswa adalah suatu komunitas majemuk yang cenderung dinamis, intelektual, idealis dan punya kecenderungan komunal. Mahasiswa yang pada hakekatnya selalu berangkat dari kelompok kelas menengah atau dengan kata lain terdapat dalam kelompok pragmatis (sebatas pelaksana ide menjadi kenyataan) harus mempu berfungsi  sebagai social control pada kekuasaan yang berlangsung. Fungsi kontrol tersebut akan serta merta berlaku apabila kekuasaan yang ada sudah dirasakan tidak aspiratif atas kepentingan rakyat, dan ketika itu terjadi posisioning mahasiswa yang ideal adalah sebagai sebuah elemen yang progresif (berfikir – ide – bertindak – realisasi). Kerangka progresifitasnya harus selalu dalam kerangka memajukan sistem budaya masyarakat dan berupaya memberikan jawaban – jawaban terhadap persoalan yang ada dalam suatu masyarakat.
            Kerangka berfikir mahasiswa harus benar – benar terbebaskan dari ruang sempit pemikiran yang menghambat dinamika masyarakat, oleh karenanya, walau – pun mahasiswa bukan dewa yang mampu menjawab semua permasalahan, namun intelektualitasnya harus benar – benar didasari atas sense of critics yang independent, dan aktualisasinya tidak dapat dikekang oleh kekuatan manapun kecuali norma dan nilai – nilai kebenaran.
            Sejarah selalu menyatakan bahwa kekuatan mahasiswa selalu dapat dijadikan filial awal dari proses perubahan dinamika masyarakat dan realitas  kebangsaan serta keorganisasian masyarakat(baca negara), meski dalam awal perkembangannya, istilah mahasiswa belum begitu populer dibandingkan istilah “Pemuda”,[2] yang memang telah jauh lebih populer dalam masa pergerakan perjuangan kemerdekaan.   


IV. LEMBAGA KEMAHASISWAAN DALAM DINAMIKA PERUBAHAN MASYARAKAT
            Aktualisasi dari kerangka berpikir mahasiswa sebagai bagian dalam dinamika perubahan masyarakat direpresentasikan dalam kelembagaan mahasiswa sendiri, baik diluar kampus maupun didalam. Sepanjang sejarahnya, kekuatan lembaga mahasiswa baik exstra maupun intra kampus selalu dapat menjadi stimulus dari perubahan yang terjadi dimasyarakat. Ketika pada awal pergerakan perlawan nasional, kekuatan mahasiswa mempunyai afiliasi yang sangat kuat dengan gerakan kepemudaan kebangsaan lainnya. Kerangka idiologi dan politik kelompok  atau lembaga kepemudaan mengalami sebuah proses dinamisasi yang sangat luar biasa,  bagaimana kemudian para pemuda tersebut mampu menjawab pertanyaan tentang kerangka berbangsa yang pada saat itu jauh dari bayangan banyak orang.
            Realitas yang muncul pasca perjuangan  kemerdekaan, justru mengalami stagnasi, atau boleh dapat dikatakan mundur, apa lagi ketika kekuatan orde baru muncul sebagai kekuatan tunggal yang sangat sentralistik, kekuatan mahasiswa mengalami disorientasi yang sangat jauh. Kerangka berorganisasi dihancurkan dan mahasiswa dijauhkan dari realitas yang ada di masyarakat. Sejarah juga mengatakan bahwa, angkatan 66 dulu bukanlah kekuatan real ideal dari mahasiswa, karena bagaimanapun juga KAMI dan KAPI tidak pernah lepas dari kekuatan militer (Angkatan Darat) yang menjadi supporting system.[3] Bangunan rapuh yang ditinggalkan oleh para “alumnus” KAMI, pada akhirnya diturunkan kepada lapisan dibawahnya, angkatan 74, yang juga dicatat dalam sejarah tidak dapat melepaskan kebobrokan generasi sebelumnya, kalau mau jujur hariman siregar yang juga kader SGU (Study Group UI), pada waktu itu tidak dapat dilepaskan dari pertarungan politik praktis antara ASPRI keprsidenan dengan KOPKAMTIB.[4]  Akhirnya culture berorganisasi sering menjadi sangat kaku dan jauh dari kerangka objektif sebuah organisasi yang ideal, apa lagi ketika menteri pendidikan pada waktu itu (Daud jusoef) memberlalkukan NKK/BKK sebagai sebuah model pengkebirian lembaga kemahsiswaan. Dan kondisi tersebut masih sangat terasa hingga saat ini. 

 

IV. A. LEMBAGA EXSTRA KAMPUS (sebuah kritik)

Sebagai sebuah media aktualisasi yang ada diluar kampus, maka komponen exstra kampus mempunyai kecenderungan terhadap kebutuhan dan tuntutan kekuatan yang memang mengafiliasikannya, keberadaan kawan – kawan exstra kampus memiliki kerangka berfikir yang terkadang lebih fleksibel dibandingkan kawan – kawan yang ada dalam kelembagaan formal intra kampus. Karakter organisasinya tidak dapat dipukul rata, antara sesama organ – organ exstra kamus lainnya, karena tiap – tiap organ exstra kampus memiliki   kecenderungan untuk berbeda satu dengan yang lainnya. Namun tetap  objektifitasnya harus selalu dipertanyaakan. Artinya tidak akan pernah ada jaminan bahwa kerangka organisasi exstra kampus bebas dari nilai. Kondisi objektif yang sering terlihat adalah bagaimana kekuatan mahasiswa exstra kampus akan selalu menyesuaikan platform organisasinya terhadap platform  organisasi induk yang memang menjadi buffer diluar kampus. Dan yang akan sangat memprihatinkan adalah, ketika kekuatan buffer tersebut adalah sebuah partai politik ataupun kekuatan massa yang main stream, maka kekuataan mahasiswa yang didalamnya (exstra kampus), mau tidak mau adalah sub ordinate dari kekuatan partai politik tadi, karena pada akhirnya intervensi kekuasaan terhadap dinamika kampus dan kerangka berfikirnya akan sangat mungkin terjadi. Dan jika ini terjadi, sah jika banyak kelompok yang akan mempertanyakan kerangka objektifitas dan intelektual mahasiswa yang seharusnya memang independent. 

 

IV. B. LEMBAGA FORMAL INTRA KAMPUS

Sejarah masih terus mengingatkan kita bahwa selama 30 tahun lebih ruang politik dan aktualisasi mahasiswa ditutup dengan sangat rapat oleh kekuatan rezim orde baru. Cetak biru sejarah nasional kita menorah tinta merah tentang kekuatan para mahasiswa angkatan ’66 yang berkolaborasi dengan para local army friend – nya Amerika, berhasil “menumbangkan” kekuatan rezim soekarno.  Cacat sejarah rezim orde baru kembali terulang, ketika pada tahun 70an kekuasaan memberlakukan NKK/BKK, masa – masa kegelapan pada organisasi kemahasiswaan dimulai, dan kekuatan mahasiswa dalam lembaganya mengalami disorientasi, batas kesadaran mahasiswa seperti sangat sempit, sampai akhirnya, format kelembagaan mahasiswa hanya menjadi sapi yang selalu menurut dan tunduk pada kekuasaan. Jangankan mencoba mendekonstuksi, berbeda pendapatpun adalah sesuatu yang tabu. Lembag formal pada akhirnya hanya menjadi tempat berkumpulnya para birokrat mahasiswa, bahkan mungkin biro jodoh ilegal. Hingga saat ini banyak kawan kawan percaya bahwa perubahan tidak akan pernah datang dari lembaga formal kampus, karena memang syarat dan kerangka organisasinya dihancurkan sedemikian rupa oleh rezim orde baru. Kritik yang paling tajam terhadap lembag formal kampus adalah ketika mekanisme formalnya menjadi sangat formalistik dan kaku hingga komponen didalamnya sangat asing dari basisnya.
             Format ideal organisasi pada hakekatnya harus dipenuhi beberapa syarat yang mutlak harus ada, terutama culture berorganisasi itu sendiri. Tapi jauh sebelum hal tersebut ada, filial awal yang harus ada yaitu :
v  sebuah kerangka filosofi dari komponen yang ada di dalamnya, artinya, bagaimana filosofi harus dapat menjadi kekuatan yang mendasar tentang cita – cita dan bangunan dari sebuah organisasi.
v  Pra syarat yang kedua adalah, kerangka idiologi dari organisasi itu sendiri, dimana idiologi organisasi adalah penerjemahan dari wacana filosofi yang ada pada komponen – komponen di dalamnya.
v  Yang ketiga garis politik dari organisasi, hal ini tidak serta merta menjustifikasi bahwa organisasi ini adalah sebuah partai politik, namun lebih merupakan suatu kerangka strategis sebagai arah dari organisasi tersebut.
v  Dan yang terakhir adalah mekanisme organisasi, dimana hal ini merupakan sebuah kerangka taktis yang lebih bersifat pragmatis, namun syarat mutlak dalam organisasi, mekanisme organisasi sesungguhnya merupkan representasi dari seluruh kerangka organisasi yang diatasnya.

Sesungguhnya kerangka ideal inilah yang sangat ditakuti oleh kekuatan rezim manapun, karena sangat potensial untuk dapat menjadi fungsi control yang tidak akan ada hentinya kepada kekuasaan. Dan rezim orde baru berhasil mematikannya, namun tidaklah mengherankan karena bangunan rezim itupun pada awalnya dikonstruksi oleh para pelacur intelektual yang membunuh idealisme meraka sendiri.

V. BENTUK ORGANISASI

            Turunan dari keempat syarat ideal dalam sebuah organisasi diatas pada akhirnya akan diturunkan dalam bentuk organisasi yang harus saling menjadi support system dari perlawanan tadi, pada prinsipnya tiga bentuk ideal yang harus selalu sinergis dalam kerja – kerjanya adalah :
1.      Organisasi legal (formal), kerangka formal yang ada didalamnya seharusnya dibentuk oleh organisasi yang juga menjadi supporting systemnya yaitu organisasi semi legal. Namun kerangka formal mutlak dibuat agar pilar tersebut dapat melakukan kerja – kerja populis yang strategis, dan mekanisme kerjanya kadang menjadi kaku, namun terkadang hal ini dibutuhkan agar organisasi ini dapat menjaga kamuflase suppoting system yang lainnya. Ciri khasnya adalah mekanisme kelembagaannya sangat struktural. 
2.      Organisasi semi legal, memerankan fungsi yang tidak dapat dikerjakan oleh kekuatan formal, artinya bagaimana kerja – kerjanya memiliki kecenderungan yang klendestein, dan agak tertutup kemudian bangunan organisasinya sangat sederhana, namun memiliki kepemimpinan yang tegas.
3.      Organisasi ilegal, dimana komponennya sudah harus memahami tugasnya masing – masing namun dapat terkoordinasi dengan baik, organisasi ini tidak mengenal struktur dan bentuk kelembagaan, namun tetap merupakan lingkar yang sinergis dari support system yang lainnya. Kecenderungan dari organisasi ini adalah sangat tertutup dan orde baru mmbahasakannya sebagai organisasi tanpa bentuk.

VI. PILAR  ORGANISASI MAHASISWA IDEAL

            Dalam format yang ideal, sebelum bentuk organisasi di hancurkan melalui NKK/BKK oleh rezim soeharto, bentuk – bentuk organisasi akan saling bersinerigi satu dengan yang lainnya. Dan format tersebut dibangun atas tiga pilar perlawanan yang mutlak harus ada, baru kemudian muncul pilar keempat sebagai suatu realitas dari kerangka kelembagaan mahasiswa yang memang disistematiskan oleh rezim, namun realitas kelembagaan tersebut selalu dupayakan untuk mampu melakukan posisioning yang jelas sebagai bagian dari coor group untuk juga berfungsi sebagai coor group dalam melakukan social control kepada kekuasaan,   yaitu :
1.      Kelompok study mahasiswa, dimana didalamnya dibangun kerangka filosofi dari komponen mahasiswa, dan harus menjadi pilar utama dari gerakan perlawanan mahasiswa itu sendiri, kelompok study harus dapat mendialektikakan berbagai realitas dimasyarakat kemudian membahasakanya dalam kerangka intelektual.
2.      Pilar yang kedua adalah, kekuatan pers mahasiswa yang harus dapat mengaktulisasikan kerangka berfikir yang didialektikakan dalam kelompok study mahasiswa, pers mahasiswa harus memihak pada kekuatan masyarakat dan kebebasan intelektual kampus, pers mahasiswa juga harus dapat menjadi kekuatan antitessa dari media main stream.
3.      Pilar kekuatan yang ketiga adalah komite aksi, dimana dialektika diturunkan dalam  dalam mekanisme praksis guna melakukan perang gerakan terhadap kekuasaan ataupun hegemoni lama yang tidak memihak.
4.      Pilar keempat sebenarnya merupakan sebuah realitas yang tidak mungkin dapat dinaifkan, yaitu kelembagaan formal mahasiswa, karena bagaimanapun juga pertarungan kekuatan politik terkecil adalah perebutan lembaga formal intra kampus, dimana ia adalah salah satu supporting system yang paling mampu melakukan bargaining kepada kekuatan formal lainnya yang ada di kekuasaan, baik otoritas kampus maupun kekuatan kekuasaan politik lainnya.    

            Keempat pilar ideal terbut pada perkembangannya, selalu dimandulkan oleh kekuasaan (Baca : Birokrat Kampus), hingga akhirnya kekuatan – kekuatan tersebut berjalan sendiri – sendiri dan tidak dapat bersinergi apalagi menjadi supporting system. Dalam hal ini akhirnya tawaran dan strategi yang ideal adalah bagaimana melakukan kerja – kerja yang klendestein namun terorganisir, dan tetap ada yang selalu diingat, bahwa kekuatan mahasiswa terletak pada kerangka intelektualnya, dimana objektifitas harus dijunjung tinggi, dan mahasiswa tetap tidak dapat disamakan dalam kerangka berfikir partai, karena subjektifitas atas kerangka idiologi dan garis politik akan sangat mengganggu wacana ideal dari cita – cita intelektualits mahasiswa. Harus diingat bahwa, jiwa jaman yang tumbuh akan selalu berbeda, maksudnya, proses dekonstruksi pada kerangka ideal akan selalu terjadi, dan kerangka moral dari gerakan mahasiswa akan selalu di pertanyakan, karena memang mahasiswa sebagai gerakan moral sangat berbeda dari moral gerakan itu sendiri. Pada akhirnya mau tidak mau harus benar – benar dipahami bahwa gerakan mahasiswa adalah bagian dari gerakan politik untuk suatu perubahan, meskipun kerangkanya sangat jauh dari kerangka kekuasaan, dan jika memang kesemua pilar ideal tersebut dapat dibangun maka tidak akan pernah ada kejenuhan terhadap gerakan mahasiswa, karena cowboy -  cowboy[5] muda ini akan selalu mengalami regenerasi. Dan tiap komponennya selalu punya spirit yang tidak akan pernah mati untuk menegakkan keadilan.








Selasa, 24 Juli 2012

lembaga kemahasiswaan dan mahasiswa kehilangan taji????

apa yang kehilangan taji?jawabanya ialah lembaga kemahasiswaan kita.Baru-baru ini RUU PT di sahkan menjadi UU PT,dan hal ini tidak luput dari merosotnya kinerja lembaga kemahasiswaan.Lembaga kemahasiswaan kita kehilangan arah gerak,dan terjebak dalam wilayah klasik(pengkaderan).Mahasiswa pun kehilangan selera untuk berlembaga,sehingga berdampak sistemik terhadap kondisi mahasiswa ataupun lembaga itu sendiri.Munculah suatu penyakit besar yang saya namakan APATIS.Inilah yang sampai saat ini menyelimuti kondisi mahasiswa,sehingga peran lembaga kemahasiswaan yang termanifestasi dalam gerakan mahasiswa yakni mengawal demokrasi dengan mengusung gerakan moral dan gerakan politik,mulai terdegradasi.Agar peran ini kembali berjalan sebagaimana mestinya,perlu ada revitalisasi besar di tubuh lembaga kemahasiswaan,sebab eksistensi lembaga mahasiswa tetap berada pada kerangka ideal yakni gerakan moral dan gerakan politik.Bila berkaca pada kondisi kekinian,gerakan mahasiswa cenderung momentuman,hal ini diakibatkan tidak konsistenya lembaga kemahasiswaan mengawal isu-isu ataupun gejolak dinamika kebangsaan.Hal lain mengapa kondisi lembaga kemahasiswaan itu mandek juga di pengaruhi oleh orang-orang yang mengisi lembaga kemahasiswaan itu opurtunis.Olehnya itu diperlukan revitalisasi ideologi(Aryanto Abidin,WAPRES BEM UH 06-07),artinya ideologi yang di terbangun itu harus jelas,sebab tanpa ideologi lembaga kemahasiswaan ataupun mahasiswa itu bagaikan bangunan yang rapuh dan hambar dalam tataran praksisnya.Makassar sendiri terdiri dari beberapa kelompok gerakan,olehnya itu untuk menyatukan gerakan yang besar,perlu isu dan wacana yang di bangun bersama.Bukankah pluralitas itu seksi?hehe.Nah ideologi ini sangat penting sebagai energi gerakan.Energi gerakan sendiri butuh suplemen misalnya apa sih hakikat berlembaga itu?agar gerakan tetap suistanable dan tidak terjadi ejakulasi dini.
Kembali ke penyakit apatis tadi,hal ini harus segera di berantas mengingat kondisi bangsa ini tidak baik-baik saja.Apatis dan hedonis sangat menjijikan bila 2 hal ini melekat pada mahasiswa,yang secara langsung bisa memberi kontribusi negatif pada mahasiswa.Mengingat tugas dan fungsi mahasiswa yang katanya "agent of change,social of control,dan iron stock".Lembaga dan mahasiswa adalah bentuk yang tak saling terpisah,ke duanya harus saling menyokong.
Pendidikan tinggi yang digerakkan mahasiswa, menurut pandangan oppositional pedagogy tulisan Gregory Jay dan Gerald Graft, A Critique of Critical Pedagogy –  dari buku Prof. H.A.R Tilaar – menyatakan bahwa pendidikan tinggi mengusung harapan yang besar untuk menghasilkan manusia-manusia – maksudnya mahasiswa – Indonesia yang dapat berdiri sendiri, yang tidak dapat dihanyutkan tanpa arah oleh arus globalisasi atau kepentingan-kepentingan korporasi internasional.
Jadi?????
Jawablah,jika kau mengaku sebagai MAHASISWA





HIDUP MAHASISWA
HIDUP RAKYAT

"panjang umur perjuangan"



Senin, 23 Juli 2012

aslan ceper

tampangnya rupawan,tapi lakon nya setiap kali berjumpa atau ngumpul bersama,bak pembawa acara gosip di TV.Tidak pernah berhenti kalau ngomong(mirip OLGA),apa cita-citanya mau jadi host gosip?entalah,,hanya dia yang tahu.Tapi di balik itu semua dia humoris dan playboy.hahahahahaha.Namanya ASLAN SAFII.Targetnya terkadang anak SMA,dan biasanya target yg dia incar kecantol.Mungkin karena wajahnya yg mirip ARIEL(dia sendiri yg ngaku) atau karena memang karena dia GIBRANISME,sehingga banyak kata-kata pujangga yg keluar dari bibir manisnya.Oh iya dia biasa di panggil CEPER,nama itu kren sejak zaman putih abu-abu.Hampir lupa dia punya sisi feminis melankolis,kalo sudah dekat dengan kaum hawa.hahaha.Air matanya pun bisa menetes bila memperjuangkan apa yg disebut dengan CINTA.haha.

Jumat, 13 Juli 2012

kenapa RUU PT harus di tolak?

salam demokrasi
salam perjuangan
salam kata-kata kotor untuk rezim hari ini!

bangunlah anak muda
bangun......
tinggalkan mimpimu
lalu lihatlah realitas pahit ini


pasal 31 UUD 194
AYat 1 : Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan ***
Ayat 2 : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya*** 
Inilah bunyi konstitusi kita yg selama ini di junjung tinggi-tinggi!!!!

 Tugas pendidikan, menurut Plato, adalah membebaskan dan memperbaharui; membebaskan manusia dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. 
Nah,bagaimana manusia tahu dan benar jikalau segelintir orang saja yang dapat mengenyam pendidikan,khususnya kalangan berduit.

 RUU PT yang menganut sistem liberalisasi pendidikan, dimana negara seakan berlepas tangan terhadap tanggung jawab pendidikan di indonesia. Hal ini bermula ketika indonesia menandatangani perjanjian GATS (General Agreement on Trades in Services) pada tahun 1994 yang menyepakati tentang liberalisasi 12 sektor jasa, termasuk didalamnya adalah sektor pendidikan. Ketika konsep liberalisme –khususnya di bidang pendidikan– terjadi, hal ini akan menimbulkan ketidak seimbangan antar perguruan tinggi di indonesia. Seperti kita ketahui bersama, dengan adanya banyak perguruan tinggi, hanya beberapa perguruan tinggi saja yang menjadi pilihan favorit para calon mahasiswa. Sedangkan pada perguruan tinggi lainnya akan terkesan kekurangan peminat. Apalagi ketika perguruan tinggi asing yang ‘membuka cabang’ di indonesia yang secara alami akan banyak menyedot peminat dari calon mahasiswa sendiri. Hal ini akan menimbulkan terkikisnya budaya lokal indonesia. Belum lagi ketika hasil penelitian dari indonesia yang berpindah tangan menjadi hak milik perguruan tinggi yang bersangkutan, tentunya itu akan sangat merugikan bangsa ini.   

 Pasal 77 (1) Status pengelolaan perguruan tinggi terdiri atas: a. otonom terbatas; b. semi otonom, atau c. otonom. (4) Status otonom sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan perguruan tinggi yang memiliki otonomi pengelolaan bidang akademik dan non akademik. (5) Sebagian dari wewenang non akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah wewenang pengelolaan keuangan secara mandiri.

 Aturan ini secara gamblang menjelaskan adanya kastanisasi atas perguruan tinggi itu sendiri. Pada ayat 4 dijelaskan bahwa perguruan tinggi otonom akan memiliki hak pengelolaan di bidang akademik dan pada pasal 5 ditambahkan salah satu wewenangnya adalah wewenang pengelolaan keuangan secara mandiri. Otonomi ini, secara lebih lanjut akan menimbulkan banyak permasalahan terkait dengan akuntabilitas, transparansi, bahkan akan menimbulkan seleksi finansial bagi calon mahasiswa yang akan berimplikasi pada diskriminasi warga negara dalam hak memperoleh pendidikan. Ke depannya, segala bentuk diskriminasi ataupun kastanisasi itu seharusnya dihindari, bukan dikembangkan dalam bentuk undang undang.   

RUU PT itu dianggap membukan kran liberalisasi dan komersialisasi pendidikan. Ada banyak catatan kenapa RUU PT versi 26 Juni 2012 harus ditolak, di antaranya, banyak pasal dalam draf RUU PT tersebut 'membunuh' calon mahasiswa miskin untuk menempuh pendidikan tinggi.
Tak dapat dipungkiri bahwa RUU PT hanyalah merupakan perwujudan lain dari UU BHP yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena tidak berpihak pada rakyat.
RUU PT ini juga dinilai oleh berbagai kalangan tidak berpihak pada kegiatan penelitian yang merupakan orientasi utama pengembangan keilmuan perguruan tinggi, tetapi dengan RUU PT ini kewenangan penelitian diambil oleh sepenuhnya oleh kementrian terkait sehingga kebebasan melaksanakan tri dharma perguruan tinggi terhambat.

 Ada beberapa pasal yang harus ditolak dalam draf RUU PT versi 26 Juni 2012. Beberapa  pasal itu terdapat pada Pasal 1 ayat 5, Pasal 7 ayat 4, Pasal 9 ayat 2, dan Pasal 23 ayat 1. Selanjutnya pada Pasal 31 ayat 2, Pasal 35 ayat 1, Pasal 41 ayat 1 & 2, dan Pasal 51 ayat 1, ayat 2, serta ayat 3.(Mari kaji bersama kawan-kawan)

Tak ada kata terlambat untuk perubahan,meskipun UU ini telah di sahkan.
Teruslah berjuang,
Teruslah bergerak,
suarakan,suara-suara kebenaran

"jikalau hatimu bergetar melihat ketidak adilan maka kau adalah kawanku"(Che Guevara)
 Hidup Rakyat
Hidup Mahasiswa





filsafat jangkrik *study filsafat

•  Gagasan "Filsafat Jangkrik" ini sebenarnya memang tidak orisinil.tak lain,adalah usaha saya untuk mencoba mengikuti model anda-anda sekalian dalam ber-Plicapat[maaf,sengaja diplesetkan,hahahay...].ide ini pun tak lain hanya sekedar kelakar.tapi,jangan remehkan aktivitas berkelakar,karna sebenarnya hal itu selalu menunjukkan keseriusan.maka plicapat yg serius itu pun sebenarnya tak lebih juga dari sebuah kelakar......[hahahaha...silahkan,yg mau ikut tertawa.atau sebaliknya,emosi/dendam,sah2 saja.mari kita mulai berplicapat-dengan-perasaan.karna mustahil ada plicapat yg semata-mata berdiri di atas nalar dan sadar.dari tulisan ini,sebaiknya anda mulai curiga ttg bagaimana saya mencoba menguasai pikiran dan emosi anda,tapi perhatikan juga ada lebih banyak lagi kekuasaan di sekeliling anda,mencengkeram otak kita semua...hhhiii.]


Dari semua topik yg sudah dibahas di grup "Studi Plicapat" sebenarnya bisa ditarik benang merah yg menghubungkan kesemuanya.tp saya mengusulkan agar lebih "disistematiskan",walaupun saya sendiri ngeri mendengar istilah itu.selain itu,mari kita konseptualisasikan dengan bahasa yang seketat-ketatnya,dan pastikan subjek yg tegas atasnya. Karena tidak ada yg tertarik untuk membahas "manusia", yg nyata tubuhnya,histories-kulturalnya,kelaminnya, dan bahasanya,alih-alih selalu bicara soal tuhan,hal-hal gaib dan sunyi lainnya,global,universal,spiritual,uwalwalwalwalwal,maka saya coba mengusulkan untuk membahas tentang "jangkrik" saja...tp jangkrik sama saja dengan manusia itu.ya,jangkrik.yg bunyinya "krrrik,krrik,krrik" waktu malam hari,tp tak pernah dianggap penting dan slalu kita hiraukan,larut dalam lelap.[kalo anda mimpi bertemu para filsuf yg masih beralam pikir Yunani kuno, dari Barat maupun Timur,siapapun itu,tolong bunuhkan dia.atau kalo anda tidak berani,suruh dia datang ke mimpi saya.untuk mereka,setiap hendak tidur,saya sudah siapkan keris di bawah bantal….eeiittts,lha kok malah bisa anda sendiri yg muncul dalam mimpi saya.]


Berangkat dari topik2 yg sudah dibahas,maka "Filsafat Jangkrik" itu dapat diajukan beberapa pertanyaan,sbg berikut;
1. Apakah jangkrik punya otak,dan "Mampukah Pemikiran Jangkrik Mencari Hakekat-nya"?[huruf "n",sengaja tak saya buat kapital]
2. tentang "Roh,Apakah Itu"? Apakah jangkrik punya roh,dan samakah roh jangkrik dengan roh manusia?
3. "Ateisme dan Teisme";kira-kira jangkrik percaya yg mana?
4. "3 Angka 6"---kalau di jidatnya jangkrik, ternyata setelah kita selidiki ada simbol angka '69',eh sorry salah,maksudnya '666', maka akan kita apakan jangkrik itu?setujukah kalau jangkrik itu kita "Salib",menggantikan Yesus [yg aku muliakan,khusus u bagian ini serius] yg tak bisa mati disalibkan?
5. Apakah Jangkrik juga beraliran "Fisafat Cinta"?
demikian dan seterusnya,dan seterusnya,kawan-kawan bisa lanjutkan sendiri sesuai judul-judul topik yg ada.maaf saya sudah capek.


[!!!] hanya catatan seorang gila.tidak disarankan untuk didiskusikan,tp kalo anda semua masih bersemangat ya silahkan.tp jangan harapkan saya untuk ikut mendiskusikannya lagi,kecuali kalau tiba-tiba saya sedang ingin bersilat lidah seperti para sophist,atau kecuali ada yg berani membayar saya dengan harga yg tidak murah...saya memang matre,dan mencintai yg materi-materi,terutama uang.uang untuk makan,bayar tagihan internet,dan ikut ber-plicapat tentang jangkrik di sini.tapi saya bukan penganut moneyteisme,saya masih percaya monoteisme.hanya saja,setiap kali berdoa meminta rejeki,saya tidak bisa menyembunyikan pengandaian saya, bahwa ”rejeki” yg saya minta itu berwujud konkrit,tepatnya ya uang itu tadi.uang yg bisa ditukar dgn jangkrik,atau kalau prospek bisnis jangkrik cukup bagus,saya akan buat modal untuk buka peternakan jangkrik. Itu yg saya butuhkan.yayayayaya...

ya sudahlah kalau begitu,saya mau browsing ttg jangkrik dulu.........

Selasa, 10 Juli 2012

maba 08

dan akan selalu di kenang

Dari Lisabona Rahman

Hantam-Kromo Atas Nama Peradaban

Peradaban manusia adalah pisau bermata dua bagi manusia. Bisakah pembangunan sebagai ekstraksi peradaban manusia tak cuma meningkatkan kualitas kehidupan manusia, tetapi tetap bisa bersahabat ramah dengan lingkungan? Kalau tidak, konsekuensi apa yang akan kita tanggung di kemudian hari?
DI sela-sela perang yang masih berkecamuk kira-kira pada kurun akhir 1960-an, seperti yang terjadi di Vietnam antara prajurit-prajurit Amerika Serikat dengan Vietkong yang didanai Rusia dalam konteks Perang Dingin, muncul ketakutan bahwa nantinya sumber daya alam yang selama ini digunakan untuk kelangsungan kehidupan manusia mulai menipis dan habis. Bukan tidak mungkin kesadaran itu dipicu kegelisahan: jangan-jangan sumber bahan bakar bumi dan juga barang tambang yang diambil untuk kepentingan perang, seperti untuk membuat senjata, pesawat, tank hingga mangkuk makan, akan terkuras habis tanpa sisa. Kegelisahan itu ada dasarnya, paling tidak fakta di lapangan menunjukkan terjadinya penurunan produksi hasil tambang di sejumlah tempat, seperti hasil keruk batubara di Inggris dan minyak bumi di Amerika Serikat.
Penurunan produksi sumber daya alam ini jelas memunculkan kepanikan tersendiri. "Bila roda produksi berhenti, akankah manusia akan berhenti membangun peradabannya —yang berarti lebih banyak mobil mewah, lebih banyak barang-barang modern dari kayu jati, lebih banyak pesawat terbang hingga bisa mengarungi angkasa luar dan lain sebagainya— ?" demikian renung mereka. Bila semua proyek impian itu berhenti, berarti kiamatlah kapitalisme. Wah, gawat ini! Bisa-bisa rencana untuk membangun mega-peradaban itu akan gagal.
Maka para pembuat kebijakan di sejumlah negara maju (yang kapitalis) memutar otak untuk mencari taktik apa yang bisa dilakukan untuk melestarikan lingkungan, tetapi bisa juga tetap melestarikan kepentingan kapitalisme. Hasilnya, pada konferensi lingkungan tahun 1972 di Stockholm, Inggris, muncul gagasan untuk mencari titik ekuilibrium antara pembangunan industri dengan pelestarian alam. Pikir punya pikir, lalu diluncurkanlah konsep yang pada saat itu disebut pembangunan berkesinambungan atau sustainable development. Kemunculan konsep ini disambut sebagai suatu penemuan besar untuk kemaslahatan umat manusia. Konsep ini muncul dari pemikiran pokok bahwa apa yang ada di alam itu terbatas dan oleh karenanya manusia harus pintar-pintar mengeksploitasinya agar lestari. Konsep ini menganjurkan manusia untuk meminimalkan sampah yang dihasilkan dan mengurangi konsumsi atas sumber daya alam. Sebagai turunannya, disusunlah suatu strategi pembangunan yang mensyaratkan agar eksploitasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak dan gas bumi diminimalkan, dan penggantian hasil sumber daya alam yang dapat diperbaharui seperti kayu agar tercipta kelestarian. Sepintas kelihatan strategi ini cukup baik, namun banyak orang kecele. Ternyata yang dimaksud lestari itu bukan kehidupan manusia-alam, melainkan lestarinya kepentingan kapitalisme dunia. Bukankah bila sumber daya alam dari bumi tak lagi mau mendukung keberadaan industri, maka kapitalisme bisa punah, jadi ya dibuatlah strategi pembangunan ini yang malahan men-sustain produk-produk hasil kapitalisme. Welah!
Coba saja cermati. Hasil konferensi lingkungan itu pada akhirnya dijadikan materi pokok penyetiran kebijakan ekonomi global. Salah satunya diatur bagaimana caranya negara-negara Utara dan negara-negara Selatan saling bekerjasama dalam membangun peradaban manusia dan melestarikan lingkungan. Negara Utara ditempatkan sebagai pihak yang mengingatkan negara-negara Selatan untuk tak mengulangi kesalahan mereka yakni menguras alam dan meminta agar hutan-hutan tropis itu dipertahankan. Sebagai gantinya, Negara Utara mau meminjamkan sejumlah uang kepada negara-negara di dunia ketiga.
Praktik ini pada mulanya berjalan baik, tapi baru belakangan ketahuan belangnya. Utang yang jatuh tempo kepada negara-negara Utara akhirnya memaksa negara Selatan memacu produksi industrinya. Sebagai akibat pemaksaan produksi itu, alam sebagai penyedia bahan baku ikut diforsir untuk menyediakan apa yang dibutuhkan untuk melunasi hutang itu. Wah, lagi-lagi alam dieksploitasi, ibarat "lolos dari mulut singa, masuk ke mulut buaya" alias sama saja. Sustainable memang pembangunannya, apalagi grafik pertumbuhan perekonomian terus sustain atau malahan naik sehingga merupakan investasi yang baik untuk menghadapi era perdagangan bebas dan globalisasi, tetapi apakah kehidupan manusia dan kelestarian alam ikut sustain? Jelas tidak!
Oleh karena itu wajar saja bila strategi pembangunan ini mendapatkan banyak kritik dari aktivis lingkungan. Menurut para aktivis lingkungan, traktat yang dihasilkan di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun 1992 itu malah merupakan langkah mundur dari traktat-traktat lingkungan yang dihasilkan sebelumnya, termasuk traktat yang dihasilkan di Stockholm, Inggris 20 tahun sebelumnya. Para aktivis lingkungan berpendapat strategi transfer teknologi atau Agenda 21 dibuat bukan untuk men-sustain kehidupan manusia tetapi semata-mata untuk melestarikan masyarakat industri dengan "menyetel ulang mesin-mesin produksi" dan menyesuaikan ritme produksi dengan degradasi lingkungan. Ujung-ujungnya tetaplah berkisar seputar ekspansi maksimum peradaban manusia lewat cara eksploitasi yang lebih canggih.
Sayang sekali tak banyak orang yang tahu mengenai konspirasi ekonomi global tadi itu. Juga agaknya para pembuat kebijakan di Indonesia kurang membuka mata terhadap praktik eksploitasi yang canggih ini. Akibatnya, Indonesia pun tak luput dari tekanan untuk merealisasikan strategi pembangunan berkelanjutan ini.
Sebagai negara dengan luas hutan tropis yang mencapai 109 juta hektar —terluas kedua di dunia setelah Brasil— Indonesia merupakan kerbau bodoh tapi kaya yang menarik untuk dikerjain negara-negara maju. Karena pada saat itu Indonesia sedang dilanda booming jumlah penduduk, maka buru-burulah ditiupkan isu populasi berlebih yang akan membahayakan lingkungan alam. Isu-isu itu ditiupkan secara sistematis untuk mengangkangi Indonesia. Caranya, dengan menyebarkan ketakutan bila semakin banyak populasi yang tinggal di Indonesia, maka akan terjadi juga over consumption. Over consumption itu nantinya akan mendorong diciptakannya produk-produk yang dibuat secara serampangan sehingga pada gilirannya akan merusak alam. Maka, demikian anjuran negara-negara maju, Indonesia harus menerapkan sustainable development yang berlaku di segala bidang. Mulai dari bidang kesehatan dan kependudukan, harus ada birth control, semacam alat-alat kontrasepsi dan lain-lain. Lalu, juga perlu ada transmigrasi agar ada penyebaran penduduk sehingga merata di seluruh tanah air. Kemudian perlu ada upaya sistematis untuk menerapkan kebijakan investasi industri yang ramah lingkungan. Maka, teramat perlu Indonesia mengimpor teknologi pengolah limbah dari luar negeri. Biayanya darimana? Oh, tenang… ‘kan ada negara-negara Utara yang mau meminjami duit.
Padahal boro-boro kita menghadapi kelebihan penduduk. Yang terjadi sebenarnya hingga sekarang adalah ketidakmerataan penduduk sehingga ada konsentrasi penduduk yang jauh lebih tinggi di Jawa, tetapi tidak terjadi di daerah-daerah lain. Lagipula menyoal lingkungan bukan semata-mata tolok-ukurnya dari pertumbuhan penduduk.
Menurut Amartya Sen, penerima hadiah Nobel ekonomi tahun 1998, satu orang Amerika lebih menimbulkan akibat buruk pada lapisan ozon, pemanasan global, dan kerusakan lingkungan lainnya daripada lusinan orang India dan orang Zimbabwe jika dikumpulkan bersama. Apa artinya? Sebenarnya sistem kapitalisme dunialah yang mendorong buruknya wajah bumi sekarang ini; bukan ulah para penebang pohon di pedusunan Kalimantan sana, atau praktik bakar lahan di Sumatera. Logikanya ‘kan sederhana: kapitalisme tak pernah kenal yang namanya basa-basi slogan "demi kemaslahatan umat manusia". Jika mau ditelusuri, siapa yang diuntungkan dengan strategi pembangunan berkelanjutan yang selama ini telah diadopsi menjadi diskursus pengambil kebijakan dunia? Ya, negara-negara kapitalis maju yang menggagas konsep ini, dong. Kalau Indonesia dan negara Dunia Ketiga lainnya tak lagi sudi menyediakan kebutuhan negara dunia pertama, maka habislah sejarah peradaban umat manusia di negara-negara kaya sana.
Cuma, negara dunia ketiga memang bodoh-bodoh. Implikasinya, bukan hanya negara-negara itu semakin tergantung dengan suplai teknologi dari negara dunia pertama, mereka juga menghadapi ancaman embargo. Apabila mereka tidak memasarkan produk-produk ramah lingkungan, maka tak akan ada perdagangan antarnegara. Pokoknya, persis sapi perah yang terus-menerus diperah hingga kurus kering.
Lalu, adakah jalan keluar dari lingkaran setan ini yang pada akhirnya bisa mendudukkan kembali pembangunan dan alam sebagai sahabat? Solusi yang ditawarkan adalah mengganti strategi sustainable development yang pro-kapitalisme dengan sustainable of livelihood yang pro-kesinambungan kehidupan. Kalaupun keduanya tidak saling meniadakan, maka teramat perlu dikembangkan konsep daya dukung lingkungan, dengan menghitung kemampuan alam untuk mendukung proses pembangunan (dan bukan sebaliknya). Dengan ekonometrik dari ekonomi biomassa, kita bisa menghitung dengan teliti dan serius sampai sejauhmana pembangunan itu bisa ditolerir. Kalaupun tidak bisa, haruslah diupayakan cara-cara yang tepat untuk mencari titik ekuilibrium itu. Misalnya, bila kebutuhan industrialisasi memang amatlah mendesak, perlu sekali dibuat riset-riset serius yang dapat mempercepat daya reproduksi alam. Dengan kemampuan teknologi dan rekayasa genetika bisa saja dibuat upaya membuat sebuah pohon yang dibutuhkan waktu ratusan tahun agar layak potong dipangkas jadi cuma 5-10 tahun —meskipun praktik ini tidak dianjurkan. Pendek kata, penerapan konsep sustainable of livelihood harus pertama-tama berangkat dari keberlangsungan hidup itu sendiri dan bukan pada hasil-hasil pembangunan.
Nah, kalau sudah demikian pada akhirnya kedaulatan pengelolaan lingkungan bisa dikembalikan kepada masyarakat dan masyarakat sendiri yang menentukan sampai sejauhmana peradaban manusia itu hendak dibangun. Masyarakat pun berhak menentukan teknologi macam apa yang akan digunakan agar sesuai dengan kondisi geografis lokasinya. Selama titik berangkatnya lagi-lagi dari produk dan hak-hak pengelolaan alam ada di tangan kaum kapitalis, maka kita ibarat makan buah yang terkena racun dioksin. Wah!



Senin, 09 Juli 2012

fenomena de-ideologi

Sejarah umat manusia pasca meletusnya revolusi Prancis dan revolusi industri di Britania telah menggiring umat manusia pada berbagai konflik. Ideology turut memainkan peran menciptakan dan mempertajam konflik antara masyarakat dengan masyarakat, konflik antara masyarakat dengan Negara atau konflik antara Negara dengan Negara.

Revolusi prancis dan revolusi industri telah melahirkan paham (isme) semacam liberalisme dan kolonialisme yang menyokong tumbuh suburnya paham kapitalisme. Semakin mapannya kapitalisme telah pula memicu timbul dan dirumuskan secara eksplisit ideology penyeimbang seperti sosialisme beserta turunannya (marxisme dan komunisme), islamisme dan nasionalisme.

Ideology, dalam salah satu terminology diartikan sebagai “system of idea” yaitu seperangkat dari ide dan teori yang dipergunakan sebagai landasan untuk membuat dan mengatur system kehidupan manusia. System itu kemudian dipaksakan berlakunya pada tata kehidupan dengan alat paksa berupa organisasi dan Negara yang dikendalikan oleh penguasanya.

Ideology dan Globalisasi

Sub judul ini ditujukan untuk mengupas salah satu bagian dari paradoks global yang pada satu sisi telah mendukung kelangsungan hidup ideology namun disisi lain globalisasi juga berusaha membunuh ideologi ideology. Ideology yang turut mendorong terjadi globalisasi, menghadapi musuh yang justru datang dari proses globalisasi itu sendiri. Globalisasi telah menyebarkan dan mengukuhkan ideology tetapi juga mendesak ideology untuk dapat menyesuaikan diri dengan laju zaman dengan kondisi-kondisi khasnya serta kondisi perubahan social yang berlangsung pada suatu masa dalam zaman tersebut.

Sebuah ideology bila tidak bisa menyesuaikan dengan kehendak zaman akan mati dan terbenam dalam kuburan sejarah. Perubahan social yang semakin hari semakin tak terkendali dan tak terduga akan mengacaukan system, nilai dan pola sebuah ideology. Sehingga pada masa globalisasi ini, ideology tergopoh-gopoh dan jatuh bangun mengejar kehendak zaman.

Lalu, dimana akhir kekacauan sebagai akibat perubahan social dalam kaitan de-ideologi? Begitu banyak kekacauan yang kita saksikan yang akan mengantar pada awal baru bagi keharmonian setelah berada sangat lama dalam ketidak-harmonian. Dengan memakai analisa Ibnu Chaldun terhadap masyarakat yang berubah-rubah namun akhirnya akan tiba kembali pada titik akhir yang sebenarnya adalah titik mula. Siklus kehidupan akan terulang kembali, artinya, akan terjadi masa dimana manusia menyukai dan menyenangi kehidupan damai setelah lama berada dalam kekacauan sebagai akibat pertentangan.

Globalisasi dan kekacauan yang diakibatkan oleh perubahan social yang sulit dikendalikan telah berdampak pada terjadinya kerancuan, pengaburan dan berakhir pada kehancuran ideology.

Ideologi menjadi kabur doktrinnya ketika terjadi pertemuan antara budaya dan peradaban umat manusia. Dari proses pertemuan budaya dan peradaban itu maka kemudian terjadi proses asimilasi dan akulturasi beberapa budaya. Banyak yang menamakan proses tersebut dengan istilah homogenias budaya dan istilah reproduksi kebudayaan. Padahal sebelumnya ideology telah medesak para pengikutnya untuk mengikuti doktrin dan nilai yang ada secara ketat dan tertutup (ekslusif), namun pada akhirnya ideology tidak bisa untuk tidak menghormati keberagaman (plural) dan bahkan mengarah pada sikap untuk membenarkan dan mengikuti (inklusif) pada cara hidup kelompok lain. Pada tahap ini, ideology yang bersifat tertutup dan mempertahankan ketertuupannya akan punah. Untuk menyelamatkan ideology dari kepunahan, maka banyak ideolgi yang bergeser dari cara yang tertutup menjadi setengah terbuka terhadap ideology lain, pada tahap ini ideology disebut sebagai ideology terbuka. Atau sebuah ideologi akan membuka diri sepenuhnya tanpa mempertahankan nilai-nilai dasar dari ideology semula, pada tahap ini, ideology itu sebenarnya tidak disebut ideology lagi, dia telah punah.

Berbagai fakta social dan sejarah dapat dikemukakan disini, RRC telah membangun system perekonomiannya dengan system kapitalisme, penerimaan terhadap system kapitalisme ini tampak besar-besaran dari inovasi gubernur bank sentral China (Zhou) yang menerapkan system kapitalis pada perbankan China. Sekarang dunia tengah takjub dengan pertumbuhan kekuatan perekonomian dunia baru dan tampaknya semakin kuat.

Di belahan dunia lain, ditempat dimana kemodernan berkembang (barat) terjadi arah yang berlawanan. Di tengah kekacauan social akibat paham kebebasan individu, telah membuat sosiolog barat berpikir keras untuk mencegah terjadinya kekacauan social yang bisa saja berujung pada kehancuran social yang mengerikan. Agama kembali dilirik untuk mengendalikan sikap dengan ajaran-ajaran moralnya. Hukum kemudian dirumuskan untuk menggiring masyarakat pada ikatan social. Gambaran dari gerak masyarakat barat ini kembali memperteguh ungkapan kekaguman barat pada dunia timur (yang justeru berjalan kearah sebaliknya, timur memuja “kemapanan”) yang penuh dengan “kearifan”.

Lalu bagaimana dengan masyarakat islam? ada yang memaksakan islam sebagai ideology. Padahal doktrin islam itu pada dasarnya bersifat universal dan fleksibel (rahmatan lil ‘alamin). Hal yang bisa dikatakan fundamental dan ekslusif pada ajaran islam adalah sisi ketuhanan yang bertauhid pada tuhan yang satu. Al-quran sebagai wahyu yang diturunkan kepada Muhammad SAW berasal dari kalam ilahi yang sempurna, sementara ideology adalah seperangkat pikiran dan teori buatan manusia yang adakalanya memasukkan unsur agama sebagai upaya justifikasi atas ajaran idelogi tertentu. Tetapi bagaimanapun juga, islam menyediakan jalan berupa ajaran. Ajaran itu memungkinkan manusia membangun dan membuat ideology, demikian pendapat Sukarna.

Pemaksaan untuk membuat ideology di atas ajaran islam berakibat timbul berbagai interprestasi hingga menimbulkan ideology islam dengan berbagai versi. Sebagai sample, dapat kita lihat pada gagasan islam kiri-nya Hasan Hanafi. Gagasan tersebut menurut Abdurrahman wahid (gusdur) telah dijadikan sebagai landasan ideology dari sebelumnya hanya sekedar teori ilmiah. Sementara itu secara garis besar pada masyarakat islam sendiri terdapat setidak-tidaknya tiga aliran dan pola pikir seperti golongan konservatif/ortodoks, kelompok pluralis dan kelompok inklusif. Gaya pikir yang demikian beragam akan melahirkan hasil pikir yang beragam pula.

Penipuan Dan Kerancuan Ideology

Karl Marx dalam analisanya terhadap kapitalisme, mengisyaratkan bahwa ideology merupakan kesadaran yang sengaja di eksplisitkan dengan jalan justifikasi dan klaim keilmiahan. Lebih lanjut Marx menyatakan ideology adalah kesadaran palsu. Jadi sungguh mengherankan jika kemudian kajian Marx terhadap kapitalis itu menjadi sebuah ideology (Marxisme) hingga telah menimbulkan korban kemanusiaan ketika salah satu bentuk marxisme radikal melakukan percobaan membangun masyarakat (komunisme). Percobaan ini telah memakan banyak korban nyawa karena pemaksaan untuk menerapkan ideology, hal ini sebenarnya telah diingatkan sendiri oleh Marx, bahwa proses dialektika histories harus steril dari intervensi tangan/ kekuasaan manusia. Apabila proses dialektika tersebut diintervensi maka akan terjadi kekacauan. Peringatan itu tidak diindahkan oleh Lenin-Stalin, maka apa yang disebut oleh Marx sebagai kekacauan itu terbukti dalam rekayasa masyarakat komunisme.

Sementara itu Kerancuan asal-muasal ideology dilihat dengan menyelusuri sumber (akar) ideology, maka kita akan mendapati kerancuan-kerancuan. Setidak-tidaknya ada dua pendapat tentang sumber ideology, yaitu ideology berasal dari filsafat dan pendapat yang kedua menyatakan bahwa ideology berasal dari wahyu.

Moerdiono dalam makalahnya “Pancasila Sebagai Ideologi terbuka”, menyebutkan berdasarkan pemahamannya bahwa ideology itu mempunyai posisi satu tingkat lebih rendah darifalsafah, jadi yang berada di bawah ideologi adalah anak dari ideology itu yang dinamakan doktrin. Singkatnya, sebuah ideology dikontrol oleh sebuah pikiran falsafah dan ideology sendiri mengontrol jalannya doktrin.

Pendapat yang menyatakan ideology berawal dan berakar pada wahyu, seperti dinyatakan oleh A. F. Beith. Menurutnya, pada hakekatnya ideology berada diantara wahyu dan ajaran. Ideology merupakan atas dari ajaran bertangga naik dan merupakan bawah dari wahyu bertangga turun. hal ini menggambarkan bahwa induknya ideology adalah wahyu.

Dengan mengkritisi sumber ideology kita akan mendapati ketika falsafah dijadikan sebagai sumbernya ideologi, kita akan terjebak pada sempit daerah berlakunya sebuah ideologi tersebut. Tentu terdapat perbedaan pada cara pandang seorang filosof yang menyarikan filsafatnya di Jerman dengan filosof yang menyarikan filasafatnya di Persia. Jika kita memasukki interval waktu, maka dapat ditarik pernyataan bahwa terdapat perbedaan antara hasil seorang filosof yang lahir satu abad lalu dengan filosof kontempore. Kondisi zaman dan lingkungan menentukan hasil falsafah yang dilahirkan oleh filosof.

Jika kemudian dua orang filosof hidup pada kurun waktu dan tempat yang sama, belum tentu juga pandangan kedua filosof tersebut akan sama. Dalam petatah-petitih orang minangkabau ada sebuah ungkapan yang akan menjustifikasi pendapat ini, bunyi petatah-petitih tersebut, “rambuik buliah samo hitam, tapi pandapek alun tantu ka samo” yang artinya “rambut boleh saja sama berwarna hitam, akan tetapi pendapat seseorang belum tentu akan sama”. Lebih lanjut dalam melihat sesuatu akan terdapat perbedaan karena dipengaruhi oleh metode dan alat Bantu untuk memecahkan sebuah masalah.

Dalam analogika yang sangat sederhana, Bertnard Russel membandingkan antara beberapa orang yang sedang melihat sebuah meja segi pandang. Tetapi orang-orang tersebut akan berbeda akan persepsi dan kesimpulan tentang meja tersebut, ada yang mengatakan bahwa meja tersebut licin karena dia melihat meja tersebut memang licin dengan melihat dan menyentuhnya, namun beberapa orang lain berkata lain bahwa meja tersebut kesat, kasar, mempunyai lembah dan gunung. Pernyataan mereka disimpulkan setelah melakukan eksperimen dengan melihat meja tersebut dengan alat Bantu kaca pembesar.

Sementara itu jika kita menjadikan wahyu sebagai sumber dari ideologi, maka kita akan mengulangi kasus keragaman penafsiran terhadap ajaran islam. Belum tentu seluruh intelektual dan penguasa muslim akan menyetujui sebuah konsep ideology islam yang ditawarkan oleh seseorang berdasarkan penafsirannya terhadap ajaran islam. Sebagai analogi, mari kita lihat betapa terdapat perbedaan antara “islam kiri” –nya Hasan Hanafi dengan pan-islam-nya Jamaluddin Al-Afgan. Menjadikan wahyu sebagai sumber ideology akan menimbulkan pertentangan karena factor pemahaman atas wahyu, begitu juga pada ajaran agama lainnya. Ketika wahyu dijadikan sebagai bapaknya ideology, maka wahyu yang semula bersifat universal akan menjadi kaku dan akan berlaku untuk kalangan tertentu saja.

Terdapat banyak paradoks pada sebuah ideology yang akan menimbulakan “sters” para pengikut ideologi tertentu hingga pengikut ideology itu akan pasif menerima ideology, atau pengikut ideology itu menjadi agresif hingga menolak doktrin ideology serta mengambil sikap untuk keluar dari lingkaran ideology untuk mencari kemerdekaan dan mencari eksistensinya sebagai manusia. Apalagi dengan semakin intensifnya hubungan antara bangsa pada era ini, menjadikan seorang penganut ideology tertentu akan terlihat picik cara berpikirnya.

Ideology-ideologi ternyata kaku dalam menghadapi kenyataan. Marhainisme kesulitan menghadai realitas baru, yakni tumbuhnya kelas menengah dan kelas atas. Komunisme dan marxisme tidak dapat menanggulangi ambrukyan system ekonomi komando. Bahkan negeri seperti RRC, kini menganut system perdagangan bebas (yang banyak di dominasi kapitalis). Ideology islam kesulitan menghadapi kemajemukan bangsa dan kemajemukkan umat islam sendiri, sehingga bagi kuntowijoyo, ideology itu bersifat subjective, normative dan tertutup, yang berbeda sekali dengan ilmupengetahuan yang memiliki watak objective, factual dan terbuka.

Setelah kita berbicara panjang lebar tentang ideology-ideologi besar yang berkembang di dunia, sekarang mari kita melongok ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Bangsa ini menganut falsafah Pancasila yang kemudian berusaha dijadikan ideology oleh founding father Negara ini. Bagi penulis Pancasila adalah proyek prestisus dari pendiri bangsa ini. Pancasila adalah sebuah proyek untuk mencoba mendamaikan serta mensintesiskan beberapa sisi yang dianggap positif dari beragam ideology yang kita bahas terlebih dahulu. Jadi wajar saja kalau ada beberapa kalangan yang sinis memandang pancasila sebagai ideology tidak jelas alias abu-abu.

Pancasila pada saat lahirnya adalah sebuah hipotesa besar yang berusaha mengakoimodir berbagai nilai yang hidup dan berkembang di Indonesia. Cerdaslah Sukarno yang menyimpulkan pancasila dalam tiga kata Nasional, Agama dan Komunis (NASAKOM), karena memang cara pandang bangsa Indonesia tersimpul pada tiga hal demikian. Demi menghormati founding father negeri ini, usaha akomodir tersebut patut diapresiasi dan dihargai. Namun niat baik itu sering diintervensi dengan beragam kepentingan.

Pancasila yang pada orde lama, disimpangkan demi kepentingan Sukarno dalam tafsiran demokrasi terpimpinnya. Orde baru sebagai sebuah rezim penyelemat dalam niat besarnya menjalankan pancasila secara murni dan konsekwen setelah rakyat tidak merasa puas lagi dengan tafsiran-tafsiran yang ditompang oleh berbagai kepentingan dibelakang Pancasila oleh Sukarno. Akan tetapi pada masa orde baru, pancasila menderita lagi karena kepentingan penguasa. Pancasila yang satu dalam penafsiran belum ada, maka rezim ordebaru mengambil kesempatan untuk menafsirkan serta mengejewantahkan pancasila hasil tafsiran mereka kepada seluruh rakyat Indonesia. Pancasila kemudian diberi boncengan “pembangunan”, “stabilitas” dan berbagai boncengan lainnya demi mengamankan kepentingan pemerintah. Demi pembangunan, maka segala yang dianggap sebagai penghalang pembangungan dinyatakan subversi, demi stabilitas, asas tunggal dipaksakan berlaku (dalam hal stabilitas politik) walaupun meninggalkan berbagai luka dibelakangnya.


Posmo Menuju Harapan

Post-modernisme yang lebih ghalib dipanggil posmo merupakan kritik radikal yang menolak nilai-nilai kemapanan yang berasal dri epistimologi ideology –ideologi modern. Wajah yang ditampilkan posmo lebih berprikemanusiaan (humanis) dan lebih cenderung berpihak kepada masyarakat daripada Negara, lebih berpijak kepada kenyataan hidup dan budaya (sosiologis). Wajar jika mereka yang memakai jalan seperti ini dianggap sebagai pemberontak oleh penguasa. Para penganut posmo, banyak mengadang-gadangkan cerita kecil, mereka tidak begitu antusias (mungkin bosan) dengan cerita-cerita besar. Ungkapan, “big stories are bad, litlle stories are good”.

Mensintensiskan kecenderungan globalisasi dengan sosiologis posmodernisme, maka akan didapati analisa seperti analisa dari Akbar S. Ahmed, sebagaimana dikutip oleh Komaruddin Hidayat yang dapat dijadikan penguat atas ramalan kehancuran ideology. Berikut kutipan panjang dari analisa Akbar S. Ahmed :

Pertama ; timbulnya pemberontakkan secara kritis terhadap proyek modernitas, memudarnya kepercayaan pada agama yang bersifat tansendental (meta-narasi), dan semakin diterimanya pandangan pluralisme-relativisme kebenaran.

Kedua ; meledaknya industri media massa, sehingga ia bagaikan perpanjangan tangan dari system indera, organ dan saraf kita, yang pada urutannya menjadikan dunia menjadi terasa kecil. Lebih dari itu, kekuatan media massa telah menjelma bagaikan “agama” atau “tuhan” sekuler. Dalam artian perilaku orang tidak lagi ditentukan oleh agama-agama tradisional, tetapi tanpa disadari telah diatur oleh media massa semisal program televisi.

Ketiga ; munculnya radikalisme etnis dan keagamaan. Fenomena ini muncul diduga sebagai reaksi atau alternative ketika orang semakin meragukan terhadap kebenaran sains, tekhnologi dan filsafat yang dinilai gagal memenuhi janjinya untuk membebaskan manusia. Tetapi sebaliknya yang terjadi adalah penindasan.

Keempat ; munculnya kecenderungan baru untuk menemukan identitas dan apresiasi serta keterikatan romantisme dengan masa lalu.

Kelima ; desaan berubah menjadi daerah pinggiran.

Keenam ; semakin terbukanya peluang bagi klas social atau kelompok untuk menemukakan pendapat secara bebas.

Ketujuh ; erak postmodernisme juga ditandai dengan munculnya kecenderungan bagi tumbuhnya eklesitas dan pencampur adukkan dari berbagai wacana, potret serpihan-serpihan realitas sehingga seseorang sulit untuk ditempatkan secara total pada kelompok budaya tertentu secara ekslusif.

Kedelapan ; bahasa yang digunakan dalam wacana postmodernidme seringkali mengesankan ketidak jelasan makna dan inkonsistensi sehingga apa yang disebut “era-posmo” banyak mengadung paradoks.

Penutup

Kehancuran ideology yang ada sekarang akan terjadi secara alami. Ideology yang ada pad saat ini dibangun diatas budaya penuh kekacauan dan picik (Ramalan ini pernah dianggap berlebihan oleh Moediono).

Bagaimana hidup manusia tanpa ideology? Jika memang ideology itu adalah tuntutan hidup manusia (way of live), maka dapat dipastikan manusia sangat membutuhkan ideology sebagai penunjuk arah dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Disini kita akan menemukan poradoksional lagi, pada satu sisi ideology masih dibutuhkan, akan tetapi secara sosiologi ideology telah mengungkung masyarakat dalam kurungannya. Namun pada sisi lainnya, manusia juga masih membutuhkan ideology untuk petunjuk hidupnya.

Bahasan diatas adalah upaya dari penulis untuk mengkritisi ideology-ideologi kontemporer yang telah nyata menimbulkan kegoncangan dan kehancuran pada dunia. Trend ideology telah berlalu masanya, ia ibaratkan bintang film yang tidak lagi laku dalam percaturan global karena sudah uzur dan sering membuat rusuh. Jika kematian dari ideology-ideologi yang ada pada saat ini menjadi kenyataan pada akhirnya, maka ideology yang bagaimanakah akan muncul dan menjadi pegangan manusia? Capra melihat bahwa penyebab kekacauan itu karena tidak digunakannya paradigama utuh dalam merekayasa budaya. Lebih lanjut capra mengusulkan harus ada paradigma tunggal yang mampu melihat alam sebagai sesuatu yang wholes untuk digunakan dalam mendesain kembali budaya dunia.


Setelah kematian pasti ada kehidupan baru lagi. Demikianlah sikap yang kita ambil dalam menyikapi “ramalan” kehancuran ideology yang ada sekarang. Hancurnya sebuah ideology harus diisi dengan ideology baru yang ramah dan dapat mengakomodir semua golongan hingga dapat mengeliminir setiap konflik antara sesama manusia. Juga ideology yang tersistem baik agar tidak dapat digunakan oleh penguasa demi kepentingannya.

*study filsafat

calon KETUA KEPPMI MUNA-MAKASSAR 2012-2014

yg di foto ini namanya ABDUL JANUR,dia teman SMA saya.Saat ini dia kuliah di UNIVERSITAS 45 MAKASSAR,JURUSAN HUKUM.Buat teman-teman ICON 08,pasti udah tahu karakternya gi mana,nah,,,bagi yg belom tahu silahkan aka kenalan ni NO HP nya,085227682500.hahahah.oH IYA,saat ini dia kepengen maju sebagai KETUA KEPPMI MUNA MAKASSAR.Foto ini di ambil saat REUNI AKBAR SMANSARA TAHUN 2011 DI GOR RAHA,dia selaku KETUPAT kegiatan ini.to be continued......hehe

sedikit tentang BHP

BHP ( Badan Hukum Pendidikan )
Badan Hukum Pendidikan (BHP) merupakan bentuk status hukum lembaga pendidikan formal di Indonesia berbasis pada otonomi dan nirlaba, sesuai dengan Undang-undang Nomor 09 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 17 Desember 2008. Bagi pendidikan tinggi, BHP merupakan perluasan dari status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang dianggap cenderung sangat komersil dalam penyelenggaraannya.
BHP sejak awal mendapat tantangan keras dari kalangan terutama dari kalangan ahli pendidikan dengan isu neo liberasasi yang bisa menghilangkan kewajiban pemerintah sebagai penanggungjawab untuk mencerdaskan bangsa dengan menyediakan fasilitas pendidikan berkualitas. Dikuatirkan privatisasi akan menghambat akan membuat lembaga pendidikan dikelola sebagai perusahaan yang akan berusaha mencari keuntungan sebesar mungkin dan berdampak pada terhambatnya akses pendidikan berkualitas oleh masyarakat berekonomi lemah. Dari kalangan pendidikan swasta, BHP ditentang karena alasan kepemilikan, dimana pemilik yayasan tidak lagi dapat berfungsi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam lembaga pendidikan mereka, melainkan organ representasi pemangku kepentingan yang lazim disebut Majelis Wali Amanah.Besarnya kekuatiran akan dampak negatif dari BHP bagi pendidikan nasional menyebabkan proses pembahasan di DPR berjalan lambat sekitar empat tahun.
Apa yang melatar belakangi adanya BHP ? salah satunya hal yang melatar belakangi munculnya BHP di Indonesia ialah sejak dikeluarkannya perjanjian  antar negara – negara berkembang yang tergabung dalam WTO yang dimotori oleh tiga negara maju yaitu Amerika, Inggris, dan Australia yang mengatur mengenai liberalisasi perdagangan di sekotor 12 jasa dan di dalamnya termasuk pendidikan. Dan hal inilah yang mungkin memaksa indonesia untuk mengubah sistem pendidikan yang dikelola oleh negara menjadi satuan pendidikan yang berada di bawah badan hukum.
Jika sistem pendidikan di bawah sebuah badan hukum maka otomatis satuan pendidikan diwajibkan untuk mencari sumber pendapatan sendiri untuk membiayai pengelolaan sistem pendidikan dan sumber dana yang berasal dari badan usaha BHP yang dapat berbentuk  pinjaman sumbangan dari perusahaan dan dari peserta didik. Dan keterlibatan pemerintah dalam hal pendanaan, hanya bersifat hibah dan diatur dalam undang – undang tersendiri.
Suatu perusahaan akan menjalankan kegiatan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar – besarnya. Dan hal inilah yang juga akan terjadi jika BHP sudah diterapkan, dan hal ini menandakan bahwa jika BHP sudah diterapkan kegiatan utama dalam dunia pendidikan bukan hanya menuntut ilmu tetapi kegiatan yang ada di dalam dunia pendidikan akan terbagi dua yaitu mencari keuntunnga yang sebesar – besarnya dan juga melakukan proses belajar mengajar. Dan mungkin saja yang akan sangat dipentingkan ialah mencari pendapatan untuk membiayai sistem pendidikan karena sebuah badan hukum akan dinyatakan pailit jika ia tidak mampu membiayai sistem pendidikannya dan akan dibubarkan, kecuali ada badan hukum yang lain yang bersedia untuk menggabungkan diri dengan badan hukum yang pailit tersebut. Dan dengan kata lain jika sebuah perguruan tinggi melaksanakan BHP dan jika perguruaan tinggi itu sudah tidak mampu untuk membiayai sistem pendidikannya, maka perguruaan tinggi itu dapat dibubarkan kecuali ada badan hukum atau perguruan tinggi lain yang bersedia untuk menggabungkan diri.
Dan hal yang paling menyedihkan ketika BHP sudah diterapkan yaitu, biaya pendidikan yang harus  dikeluarkan oleh peserta didik mengalami peningkatan yang sangat drastis. Hal ini tentunya akan mengakibatkan kurangnya akses pendidikan bagi masyarakat yang berekonomi menengah ke bawah dan pendidikan hanya menjadi komsumsi bagi masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih, hal ini juga akan mengakibatkan kurangnya tenaga ahli yang akan dihasilkan oleh sebuah institusi pendidikan karena hal ini akan mengubur potensi masyarakat yang tidak dapat mengenyam pendidika karena permasalahan ketidakmampuan menanggung atau membayar biaya pendidikan dan tentunya juga pengangguran di negeri ini akan terus – menerus akan bertambah karena hal ini.
Dengan adanya perubahan lembaga pendidikan menjadi sebuah BHP tentunya para orang tua akan sangat berpikir untuk menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi, hal pertama yang harus ditanamkan yaitu pendidikan tidak lain sebagai investasi. Layaknya dalam seorang pengusaha yang memiliki saham dalam sebuah perusahaan, semakin besar dana yang diinvestasikan maka semakin besar pula keuntungan yang akan didapatkan. Jika prinsip ini berlaku ketika BHP diterapkan, maka bagaimana denga si miskin ? apakah si miskin masih mempunyai cukup uang untuk menginvestasikannya pada pendidikan ? padahal untuk makan saja sangat susah, maka pastilah si miskin tidak bisa mencicipi dunia pendidikan jika BHP sudah diterapkan.
Dan hal apa yang paling ditakutkan oleh para pemerhati pendidikan ? jika BHP diterapkan maka sebuah paham yang disebut paham Neo Liberalisme juga akan ikut diterapkan di dunia pendidikan Indonesia. Karena jika BHP diterapkan maka peran pemerintah akan sangat berkurang dalam dunia pendidikan, karena pemerintah tidak lagi membiayai institusi pendidikan karena dengan adanya BHP institusi pendidikan diwajibkan mencari pendapatan sendiri untuk membiayai system pendidikannya. Maka peran pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan juga kewajiban pemerintah dalam dunia pendidikan sudah berkurang bahkan mungkin akan hilang.