song

Senin, 09 Juli 2012

menemukan aku

Kepribadian kita tersusun dari berbagai ciri khas, karakteristik, keunikan, dan kebiasaan yang tak terhitung banyaknya. Semua itu merupakan hasil cara berpikir kita terdahulu, tetapi tidak ada kaitannya dengan unsur “aku” yang sesungguhnya. Ketika kita berkata “Aku berpikir,” maka unsur “aku” memberi perintah kepada tubuh ke mana harus pergi. Hakikat sejati dari unsur “aku” ini bersifat spiritual, dan merupakan sumber daya sesungguhnya yang dimiliki setiap orang apabila mereka sudah menyadari hakikat sejati dirinya.

Maka dari itu, unsur “aku” di dalam diri kita bukanlah tubuh jasmani; melainkan hanya alat yang digunakan unsur “aku” untuk melaksanakan tujuannya. Unsur “aku” bukanlah pikiran, karena pikiran hanyalah alat lain yang terkuat yang dapat kita gunakan “aku” untuk berpikir, bernalar, dan menyusun rencana.

Unsur “aku” merupakan sesuatu yang lain, sesuatu yang mengendalikan dan mengarahkan baik tubuh maupun pikiran, sesuatu yang menentukan apa yang akan dilakukan keduanya dan bagaimana keduanya akan bertindak. Pada saat kita sudah menyadari hakikat sejati dari “aku” ini, kita akan menikmati sensasi daya yang lebih hebat dibandingkan dengan yang pernah kita alami sebelumnya.

Salah satu pernyataan terkuat yang dapat kita ciptakan adalah, “Aku dapat menjadi apa pun yang kuinginkan”. Hal ini menguatkan tekad dan membantu kita untuk mewujudkan daya kita untuk mencapai sesuatu. Setiap kali kita mengulangi permintaan itu, sadarilah siapa dan apa yang dimaksud dengan “aku”. Setelah memahaminya, kita akan menjadi sosok yang tak terkalahkan—namun objek serta tujuan kita haruslah bersifat membangun dan selaras dengan prinsip kreatif Alam Semesta. Agar kita bisa mendapatkan manfaat terbaik dari pernyataan kita, gunakanlah terus-menerus, di malam dan di pagi hari, lakukan sesering mungkin sepanjang hari ketika hal itu mulai terbersit di pikiran kita; dan terus lakukan hal yang sama itu sampai akhirnya menjadi bagian dari diri kita; menjadi kebiasaan.

Kecuali kita melakukan hal tersebut dengan sepenuh hati, lebih baik kita jangan memulainya sama sekali, karena ilmu psikologi modern menunjukkan bahwa ketika kita memulai sesuatu namun kemudian tidak menuntaskannya, atau bilamana kita mencanangkan sebuah janji bagi diri sendiri, namun tidak melaksanakannya, kita sedang membentuk kebiasaan yang menghasilkan kegagalan; kegagalan yang mutlak, kegagalan yang memalukan.

Jadi, jika kita tidak suka melakukan sebuah hal, jangan memulai sama sekali. Jika kita melaksanakannya, teruslah bertahan meskipun badai menghadang. Jika kita memutuskan untuk melakukan sesuatu, lakukanlah. Jangan biarkan apa pun atau siapa pun mengganggu jalan kita. Unsur “aku” di dalam kita telah bertekad, segala sesuatunya telah dipersiapkan; keputusan telah diambil, tidak akan ada lagi perdebatan tentang hal itu.

Jika kita hendak mewujudkan gagasan kita, mulailah dari hal-hal kecil yang kita yakini dapat kita kendalikan dan kemudian secara bertahap tingkatkanlah usaha kita. Jangan pernah, dalam situasi apa pun, kita membiarkan “aku” ditepiskan, dengan begitu akan kita dapati bahwa kita akhirnya dapat mengendalikan diri sendiri. Sementara banyak orang yang dengan sedih menyadari bahwa lebih mudah mengendalikan sebuah kerajaan dibandingkan dengan mengendalikan diri sendiri, ketika kita sudah mengetahui cara untuk mengendalikan diri sendiri, kita akan menemukan “dunia batin” yang mengendalikan dunia lahir. Kita akan menjadi sangat memikat; manusia dan segala hal akan mengabulkan setiap keinginan kita tanpa kita perlu bersusah-payah. Hal ini tidak akan terlalu aneh atau mustahil sebagaimana yang dibayangkan jika kita ingat bahwa “dunia batin” dikendalikan oleh “aku” dan bahwa “aku” inilah yang merupakan bagian atau merupakan kesatuan dengan “aku” yang Tak Terbatas yang merupakan Energi atau Jiwa Semesta, yang biasa dikenal dengan sebutan Tuhan.

Hal yang disebutkan terakhir itu bukan semata-mata pernyataan atau teori yang diciptakan dengan tujuan untuk memastikan atau merumuskan suatu gagasan, melainkan sebuah kenyataan yang diterima oleh pemikiran agama tertinggi begitu pula oleh pemikiran ilmiah yang terbaik.

Herbert Spender berkata: “Di tengah semua misteri yang mengelilingi kita, tidak ada yang lebih pasti dibandingkan dengan kenyataan bahwa kita selalu berada di tengah-tengah Energi yang Tak Terbatas dan Abadi yang merupakan asal mula segala sesuatu. “Lyman Abbott, dalam ceramahnya yang disampaikan di hadapan para alumni Bangor Theological Seminary, berkata: “Kita mulai memiliki pikiran bahwa Tuhan bersemayam dalam diri manusia, bukan sebagai sosok yang bekerja mengendalikan manusia dari luar.”

Ilmu pengetahauan bergerak lebih jauh dalam pencariannya dan kemudian berhenti. Ilmu pengetahuan menemukan Energi Abadi yang selalu tersedia, namun agama menemukan Daya di balik energi itu dan menempatkannya di dalam diri manusia.

Sepanjang semua peradaban, umat manusia selalu meyakini sebuah daya tak kasat mata, yang melalui dan oleh daya itu semua hal tercipta dan tak pernah berhenti diciptakan kembali. Kita dapat menganggap daya ini menjadi lebih pribadi dan menyebutnya Tuhan, atau kita dapat menganggapnya sebagai Inti, Kecerdasan, atau Jiwa yang merasuki semua benda, namun akibat yang dihasilkannya tetaplah sama.

Sejauh individu tertentu terkait, maka yang menjadi unsur objektif, yang memiliki fisik dan yang kasat mata adalah “diri pribadi,” yang dapat dipahami oleh sejumlah indra yang dimiliki oleh manusia. Unsur “diri pribadi” ini bersifat sadar karena hal ini memiliki identitas pribadi, atau ciri perseorangan.

Unsur subjektif adalah unsur spiritual, tak kasat mata dan berada di luar diri pribadi. Unsur di luar diri pribadi ini, dengan jenis dan kualitas yang sama seperti makhluk lain, tidak memiliki kesadaran akan dirinya sendiri dan oleh karenanya selalu disebut sebagai pikiran bawah sadar.

Unsur diri pribadi, atau pikiran sadar, memiliki daya atas tekad dan pilihan yang kita miliki, sehingga dirinya dapat memilih metode mana yang hendak digunakan ketika dihadapkan dengan sebuah persoalan.

Unsur di luar diri, atau unsur spiritual, yang merupakan bagian dari, atau yang merupakan kesatuan dengan, sumber dan asal mula semua daya, tidak dapat menerapkan hal yang telah dipilihnya tersebut, namun memiliki sumber daya tak terbatas di bawah kendalinya. Unsur ini dapat dan memang membawa sejumlah hasil dengan memanfaatkan metode yang tidak mungkin dipahami oleh pikiran sadar, yang pada hakikatnya bersifat terbatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar